Jumat, 26 Juni 2015

Cinta di Perempatan Jalan

Kadang kamu memang hadir seperti mimpi , muncul tanpa pernah memberi pertanda dan hilang sebelum aku menyadarinya. Sama seperti petang tadi , saat aku justru tak lagi sendiri , tak berpikir tentang mu , tak mengharapkan kehadiranmu, lantas kau muncul seperti sekelebat angin dihadapanku , menepis segala kebahagiaan yang kini  diberikan sosok lain disampingku , membuat cinta yang aku tanamkan dihati pria lain mendadak sirna. Padahal , Dunia terlampau melihat bahwa kau dan aku nyatanya bukan siapa siapa. 

Jelas Semua itu aneh, semakin aneh ketika aku selalu bersedia  membukakan pintu dan menyediakan setidaknya satu ruang kecil disudut hatiku untuk menyambutmu setiap saat dikala kau kembali sesuka hatimu. Dan semakin tak dapat aku tepiskan kenyataan bahwa , " aku hanya sebuah lampu merah yang tak pernah  dapat menahanmu lebih lama ". ya...sebuah lampu merah yang sering kau temukan di perepatan jalan. 

Sehingga ketika petang tadi, takkala tiba tiba kau melintas, ada naluri diluar kesadaran yang memasakku memekikkan namamu.  
" Hei , Deiva ! " teriakku saat melihat sosokmu melintas di depan rumahku, kau tersenyum lalu menghentikan laju sepeda motormu sebentar. 

" Aku akan datang , Nanti malam ! " Teriakmu , kau melambaikan tangan dan berlalu . Sebuah kalimat berisi janji indah  yang membuatku melupakan sosok pria disampingku, Kekasihku. Kau mungkin tak sadar , kata katamu membuat hati ku berharap terlalu banyak. Dan aku mungkin terlupa , pada cinta yang seharusnya sudah utuh ku berikan untuknya , pria disampingku ; kekasihku yang mendadak ku acuhkan karena mu .

Pertemuan sepintas kita itu, ternyata menghilangkan keinginan ku untuk bersama kekasih ku lebih lama , karena mu , karena janjimu .. Aku justru mengharapkan kepulangannya sesegera mungkin, enyah dihadapanku tanpa perlu aku usir, jahatkah aku ? Ah , tidak ! Aku hanya sedang menggapai kebahagiaan yang pantas aku dapatkan dari hati yang sejak dulu aku incar incar namun selalu melarikan diri. Ya:itu kau bodoh ! 

Dan semenjak itu,setelah kepergian pria yang ku jadikan kekasih , aku mulai menghitung detik yang kurasa berdetak semakin lambat , menanti sebuah pertemuan disatu malam yang telah kau janjikan . Aku berhias secantik mungkin, berusaha memakai segala perlengkapan seorang wanita dengan semaksimal mungkin  laksana seorang putri yang akan bertemu sosok pangeran  yang ia idam idamkan selama ini. 

Lalu Menit demi menit aku menunggu , Menanti saat dimana rembulan mengusir sang mentari, menampakkan sebias cahayanya untuk memudarkan gelisah diantara penghujung penantian , dan sejauh penantianku ini , harapan untuk bertemu tak kunjung kau wujudkan. 

Aku mulai meragu, kehadiranmu hanyalah angan angan dalam kesemuan ; lelah bercampur kecewa dan sesal yang mendalam. Mungkin seharusnya aku tak mendengarkan , tak mengiyakan , tak percaya pada janji palsumu. 

Ketika jam berdetik menujukkan pukul sepuluh malam , aku beranjak ke tempat tidur, meraih handphone di sampingku, lalu mengetik kalimat kalimat menyakitkan dalam agenda hari ini, membaitkan peristiwa peristiwa sakit yang kau perbuat , menulis kisah kita dalam sebuah catatan yang menyakitkan , kau selalu tahu : kau adalah tokoh dalam semua cerita yang aku ciptakan dan aku rangkai dalam sajak sajak memilukan , kau tahu aku menyukaimu , kau tahu itu dirimu , tapi kau masih bersandiwara. 

" Fer... !" Sayup sayup aku mendengar sebuah panggilan , diluar rumah , bersamaan dengan deru mesin yang siaga. Sekonyong konyong wanita yang menunggu , aku bergegas meninggalkan ranjangku dan berlari menjumpai asal suara. Dan benar saja , kau muncul dengan segaris senyum  tanpa rasa bersalah sedikitpun . 

Aku ingin berlari kearahmu , memukul dadamu , memakimu sepuas hati karena membuatku menunggu terlalu lama. Tapi , yang mampu ku ucapkan hanya... 

" Kenapa lama sekali ? " Ucapku sambil merapikan dandananku yang mulai kacau balau. 

" Ada urusan yang harus ku selesaikan terlebih dahulu, aku sudah coba telpon , tapi tidak tersambung ,,, " Jelasmu. Aku menarik tanganmu untuk masuk. Kau menggeleng , 

" Diluar saja Fer.. " Pintamu ." Nggk enak yang didalam udah pada tidur " jelasmu,  Aku menggangguk . 

Langit dimalam itu gelap , tiada berbintang dan jauh dari pancaran rembulan , namun tak menepis sedikitpun kebersamaan diantara aku dan kau . Banyak hal yang kita perbincangan , banyak sentuhan yang kita lakukan, banyak cinta yang selalu coba ku berikan dan selalu kau tepis. Entah karena apa !

" Siapa yang bersamamu petang tadi ? , pacar ya ? " Tanyamu. 

" Ah! Hanya teman dekat , sama sepertimu .. " Aku berbohong. " Kau masih sendiri ? ". Tanyaku ingin tahu. 

" Iya , entahlah " gerutumu . " Jalan yuk ? " Ajakmu seketika , kau menarik tanganku. Aku melirik jam di tangan kiriku, setengah sebelas malam. 

" Selarut ini ? " Aku mencoba memastikan ajakkanmu

Kau menaikkan alis kirimu, " takut ? " 

" Bukan ! " Jawabku cepat , " apa kata orang melihat anak gadis keluar selarut ini dengan pria lain ?" 

" Katakan saja , aku calon suamimu !" Kau tersenyum , lalu tertawa kecil , " tenang saja , aku akan jagain kamu Fer.." 

aku mengangguk , bukan sebuah pengiyaan atas kerelaanmu untuk menjagaku , tapi lebih kepada penjelasan bahwa sampai kapanpun bersamamu selalu membuat aku tenang, merasa terlindungi dan nyaman. Dan itulah alasannya mengapa sampai selarut ini aku masih menunggu untuk dirimu. 

Aku mengikuti langkahmu menaiki sepeda motormu, seperti biasanya : aku tidak duduk terlalu dekat , dan tidak terlalu jauh darimu hanya saja.. selalu ada sentuhan kecil yang kuberikan di pundak atau sesekali merekat di pinggangmu, sebuah sentuhan kepercayaan. Bahwa saat ini , malam ini , diluar kuasa yang bisa ku kendalikan terhadap diriku : aku adalah milikmu dan kau adalah milikku, Meski tak seutuhnya. 

Roda yang berputar mengantarkan kita ke pusat kota , hinar binar lampu jalan sambut menyambut dengan pacaran lampu pijar dari kendaraan bermotor , aku dan kau menikmati langit malam yang gelap, meresapi udara dingin yang menggigit, dan mencerca kehangatan yang terselubung di antara kita. Sepeda motormu melaju dengan kecepatan rata rata mengelilingi kota yang tak pernah akan terlelap ini, dan bersamaan dengan tarikan gasmu yang semakin kuat,  tangan ku pun semakin erat melingkar di pinggangmu. Tidak ada perbincangan , tidak ada kata kata yang mengalir, sepertinya masing masing dari kita hanya menginginkan kediaman membisukan jarak diantara kita, dimana ketika tanpa ikatan dan jalinan yang pasti , hati , rasa dan hasrat kita saling terkait. 

Mungkinkah kita bisa saling memiliki,  tanpa benar benar memulai untuk jujur pada masing masing hati ? 

Kau menarik rem saat tiba tiba lampu merah menyala di perempatan jalan , kita berhenti. Aku dapat melihat matamu yang curi curi pandang padaku melalui kaca sepion, 

" Kita pulang ! " Ucapmu . 

"Iya ! " Aku menyetujui. aku merenggangkan tanganku dari pinggangmu. Seperti lampu merah  yang beberapa detik lagi berganti menjadi hijau, kebersamaan kita juga akan segera berakhir . Saat sepeda motormu melaju dan berhenti di teras rumahku . Dengan langkah yang berat aku beranjak turun , menarik senyuman dan melambaikan tangan .

" Hati - hati ya Dei.. " Ucapku , kau mengangguk . " Kapan kau akan datang kembali ? " Tanyaku. " aku ingin punya waktu yang cukup banyak untuk bersamamu ... " Jelasku . 

" Secepatnya ! " Jawabmu , " saat aku kembali , aku akan selalu menemuimu, karena itu  aktifkan nomormu Fer ! " Teriakmu. Aku benci kalimat terakhirmu , , sebuah kepalsun yang selalu kau ucapkan , nomorku selalu aktif, aku selalu menanti telponmu , kau saja yang tak pernah menyimpan kontak ku di handphonemu, kau tak pernah punya niat untuk memberitahuku ketika kau kembali , kau hanya ingin datang dengan sesuka hati , berharap aku selalu membuka pintu untukmu lalu kemudian pergi setelah meninggalkan kesan yang tak bisa aku lupakan. kau salah jika berpikir aku tidak tahu semua muslihatmu itu. Tapi selama kau senang , aku tak keberatan melakukan hal konyol ini bersamamu , walau entah bagaimana aku  akan menamai hubungan aneh ini. 

Saat kau akan berlalu , aku selalu berharap dapat memberikan ciuman selamat malam dipipimu, tapi omong kosong , sampai kapanpun tak akan pernah ada kemesraan yang lebih diantara kita. 

Ya, meski bagimu aku hanya sebuah lampu merah di perempatan jalan yang keberadaannya tak pernah dapat menahanmu lebih lama. Namun Perlu kau ingat : bagaimanapun kau ingin berlalu dengan cepat meninggalkan persimpangan dimana aku berada, aku akan selalu dapat membuatmu berhenti kembali. Lagi dan lagi. 

Catatan malam itu, 25 Juni 2015.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar