Kadang kamu memang hadir seperti mimpi , muncul tanpa pernah
memberi pertanda dan hilang sebelum aku menyadarinya. Sama seperti petang tadi
, saat aku justru tak lagi sendiri , tak berpikir tentang mu , tak mengharapkan
kehadiranmu, lantas kau muncul seperti sekelebat angin dihadapanku , menepis
segala kebahagiaan yang kini diberikan sosok lain disampingku , membuat
cinta yang aku tanamkan dihati pria lain mendadak sirna. Padahal , Dunia
terlampau melihat bahwa kau dan aku nyatanya bukan siapa siapa.
Jelas Semua itu
aneh, semakin aneh ketika aku selalu bersedia membukakan pintu dan
menyediakan setidaknya satu ruang kecil disudut hatiku untuk menyambutmu setiap
saat dikala kau kembali sesuka hatimu. Dan semakin tak dapat aku tepiskan
kenyataan bahwa , " aku hanya sebuah lampu merah yang tak pernah
dapat menahanmu lebih lama ". ya...sebuah lampu merah yang sering
kau temukan di perepatan jalan.
Sehingga ketika
petang tadi, takkala tiba tiba kau melintas, ada naluri diluar kesadaran yang
memasakku memekikkan namamu.
" Hei , Deiva !
" teriakku saat melihat sosokmu melintas di depan rumahku, kau tersenyum
lalu menghentikan laju sepeda motormu sebentar.
" Aku akan
datang , Nanti malam ! " Teriakmu , kau melambaikan tangan dan berlalu .
Sebuah kalimat berisi janji indah yang membuatku melupakan sosok pria
disampingku, Kekasihku. Kau mungkin tak sadar , kata katamu membuat hati ku
berharap terlalu banyak. Dan aku mungkin terlupa , pada cinta yang seharusnya
sudah utuh ku berikan untuknya , pria disampingku ; kekasihku yang mendadak ku
acuhkan karena mu .
Pertemuan sepintas
kita itu, ternyata menghilangkan keinginan ku untuk bersama kekasih ku lebih
lama , karena mu , karena janjimu .. Aku justru mengharapkan kepulangannya
sesegera mungkin, enyah dihadapanku tanpa perlu aku usir, jahatkah aku ? Ah ,
tidak ! Aku hanya sedang menggapai kebahagiaan yang pantas aku dapatkan dari
hati yang sejak dulu aku incar incar namun selalu melarikan diri. Ya:itu kau
bodoh !
Dan semenjak
itu,setelah kepergian pria yang ku jadikan kekasih , aku mulai menghitung detik
yang kurasa berdetak semakin lambat , menanti sebuah pertemuan disatu malam
yang telah kau janjikan . Aku berhias secantik mungkin, berusaha memakai segala
perlengkapan seorang wanita dengan semaksimal mungkin laksana seorang
putri yang akan bertemu sosok pangeran yang ia idam idamkan selama ini.
Lalu Menit demi
menit aku menunggu , Menanti saat dimana rembulan mengusir sang mentari,
menampakkan sebias cahayanya untuk memudarkan gelisah diantara penghujung penantian
, dan sejauh penantianku ini , harapan untuk bertemu tak kunjung kau wujudkan.
Aku mulai meragu,
kehadiranmu hanyalah angan angan dalam kesemuan ; lelah bercampur kecewa dan
sesal yang mendalam. Mungkin seharusnya aku tak mendengarkan , tak mengiyakan ,
tak percaya pada janji palsumu.
Ketika jam berdetik
menujukkan pukul sepuluh malam , aku beranjak ke tempat tidur, meraih handphone
di sampingku, lalu mengetik kalimat kalimat menyakitkan dalam agenda hari ini,
membaitkan peristiwa peristiwa sakit yang kau perbuat , menulis kisah kita
dalam sebuah catatan yang menyakitkan , kau selalu tahu : kau adalah tokoh
dalam semua cerita yang aku ciptakan dan aku rangkai dalam sajak sajak
memilukan , kau tahu aku menyukaimu , kau tahu itu dirimu , tapi kau masih
bersandiwara.
" Fer...
!" Sayup sayup aku mendengar sebuah panggilan , diluar rumah , bersamaan
dengan deru mesin yang siaga. Sekonyong konyong wanita yang menunggu , aku
bergegas meninggalkan ranjangku dan berlari menjumpai asal suara. Dan benar saja
, kau muncul dengan segaris senyum tanpa rasa bersalah sedikitpun .
Aku ingin berlari
kearahmu , memukul dadamu , memakimu sepuas hati karena membuatku menunggu
terlalu lama. Tapi , yang mampu ku ucapkan hanya...
" Kenapa lama
sekali ? " Ucapku sambil merapikan dandananku yang mulai kacau balau.
" Ada urusan
yang harus ku selesaikan terlebih dahulu, aku sudah coba telpon , tapi tidak
tersambung ,,, " Jelasmu. Aku menarik tanganmu untuk masuk. Kau menggeleng
,
" Diluar saja
Fer.. " Pintamu ." Nggk enak yang didalam udah pada tidur "
jelasmu, Aku menggangguk .
Langit dimalam itu
gelap , tiada berbintang dan jauh dari pancaran rembulan , namun tak menepis
sedikitpun kebersamaan diantara aku dan kau . Banyak hal yang kita perbincangan
, banyak sentuhan yang kita lakukan, banyak cinta yang selalu coba ku berikan
dan selalu kau tepis. Entah karena apa !
" Siapa yang
bersamamu petang tadi ? , pacar ya ? " Tanyamu.
" Ah! Hanya
teman dekat , sama sepertimu .. " Aku berbohong. " Kau masih sendiri
? ". Tanyaku ingin tahu.
" Iya ,
entahlah " gerutumu . " Jalan yuk ? " Ajakmu seketika , kau
menarik tanganku. Aku melirik jam di tangan kiriku, setengah sebelas malam.
" Selarut ini ?
" Aku mencoba memastikan ajakkanmu
Kau menaikkan alis
kirimu, " takut ? "
" Bukan !
" Jawabku cepat , " apa kata orang melihat anak gadis keluar selarut
ini dengan pria lain ?"
" Katakan saja
, aku calon suamimu !" Kau tersenyum , lalu tertawa kecil , " tenang
saja , aku akan jagain kamu Fer.."
aku mengangguk ,
bukan sebuah pengiyaan atas kerelaanmu untuk menjagaku , tapi lebih kepada
penjelasan bahwa sampai kapanpun bersamamu selalu membuat aku tenang, merasa
terlindungi dan nyaman. Dan itulah alasannya mengapa sampai selarut ini aku
masih menunggu untuk dirimu.
Aku mengikuti
langkahmu menaiki sepeda motormu, seperti biasanya : aku tidak duduk terlalu
dekat , dan tidak terlalu jauh darimu hanya saja.. selalu ada sentuhan kecil
yang kuberikan di pundak atau sesekali merekat di pinggangmu, sebuah sentuhan
kepercayaan. Bahwa saat ini , malam ini , diluar kuasa yang bisa ku kendalikan
terhadap diriku : aku adalah milikmu dan kau adalah milikku, Meski tak
seutuhnya.
Roda yang berputar
mengantarkan kita ke pusat kota , hinar binar lampu jalan sambut menyambut
dengan pacaran lampu pijar dari kendaraan bermotor , aku dan kau menikmati
langit malam yang gelap, meresapi udara dingin yang menggigit, dan mencerca
kehangatan yang terselubung di antara kita. Sepeda motormu melaju dengan
kecepatan rata rata mengelilingi kota yang tak pernah akan terlelap ini, dan
bersamaan dengan tarikan gasmu yang semakin kuat, tangan ku pun semakin
erat melingkar di pinggangmu. Tidak ada perbincangan , tidak ada kata kata yang
mengalir, sepertinya masing masing dari kita hanya menginginkan kediaman
membisukan jarak diantara kita, dimana ketika tanpa ikatan dan jalinan yang
pasti , hati , rasa dan hasrat kita saling terkait.
Mungkinkah kita bisa
saling memiliki, tanpa benar benar memulai untuk jujur pada masing masing
hati ?
Kau menarik rem saat
tiba tiba lampu merah menyala di perempatan jalan , kita berhenti. Aku dapat
melihat matamu yang curi curi pandang padaku melalui kaca sepion,
" Kita pulang !
" Ucapmu .
"Iya ! "
Aku menyetujui. aku merenggangkan tanganku dari pinggangmu. Seperti lampu merah
yang beberapa detik lagi berganti menjadi hijau, kebersamaan kita juga
akan segera berakhir . Saat sepeda motormu melaju dan berhenti di teras rumahku
. Dengan langkah yang berat aku beranjak turun , menarik senyuman dan
melambaikan tangan .
" Hati - hati
ya Dei.. " Ucapku , kau mengangguk . " Kapan kau akan datang kembali
? " Tanyaku. " aku ingin punya waktu yang cukup banyak untuk
bersamamu ... " Jelasku .
" Secepatnya !
" Jawabmu , " saat aku kembali , aku akan selalu menemuimu, karena
itu aktifkan nomormu Fer ! " Teriakmu. Aku benci kalimat terakhirmu
, , sebuah kepalsun yang selalu kau ucapkan , nomorku selalu aktif, aku selalu
menanti telponmu , kau saja yang tak pernah menyimpan kontak ku di handphonemu,
kau tak pernah punya niat untuk memberitahuku ketika kau kembali , kau hanya
ingin datang dengan sesuka hati , berharap aku selalu membuka pintu untukmu
lalu kemudian pergi setelah meninggalkan kesan yang tak bisa aku lupakan. kau
salah jika berpikir aku tidak tahu semua muslihatmu itu. Tapi selama kau senang
, aku tak keberatan melakukan hal konyol ini bersamamu , walau entah bagaimana
aku akan menamai hubungan aneh ini.
Saat kau akan
berlalu , aku selalu berharap dapat memberikan ciuman selamat malam dipipimu,
tapi omong kosong , sampai kapanpun tak akan pernah ada kemesraan yang lebih
diantara kita.
Ya, meski bagimu aku
hanya sebuah lampu merah di perempatan jalan yang keberadaannya tak pernah
dapat menahanmu lebih lama. Namun Perlu kau ingat : bagaimanapun kau ingin
berlalu dengan cepat meninggalkan persimpangan dimana aku berada, aku akan
selalu dapat membuatmu berhenti kembali. Lagi dan lagi.
Catatan malam itu,
25 Juni 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar