Jumat, 26 Juni 2015

Cinta di Perempatan Jalan

Kadang kamu memang hadir seperti mimpi , muncul tanpa pernah memberi pertanda dan hilang sebelum aku menyadarinya. Sama seperti petang tadi , saat aku justru tak lagi sendiri , tak berpikir tentang mu , tak mengharapkan kehadiranmu, lantas kau muncul seperti sekelebat angin dihadapanku , menepis segala kebahagiaan yang kini  diberikan sosok lain disampingku , membuat cinta yang aku tanamkan dihati pria lain mendadak sirna. Padahal , Dunia terlampau melihat bahwa kau dan aku nyatanya bukan siapa siapa. 

Jelas Semua itu aneh, semakin aneh ketika aku selalu bersedia  membukakan pintu dan menyediakan setidaknya satu ruang kecil disudut hatiku untuk menyambutmu setiap saat dikala kau kembali sesuka hatimu. Dan semakin tak dapat aku tepiskan kenyataan bahwa , " aku hanya sebuah lampu merah yang tak pernah  dapat menahanmu lebih lama ". ya...sebuah lampu merah yang sering kau temukan di perepatan jalan. 

Sehingga ketika petang tadi, takkala tiba tiba kau melintas, ada naluri diluar kesadaran yang memasakku memekikkan namamu.  
" Hei , Deiva ! " teriakku saat melihat sosokmu melintas di depan rumahku, kau tersenyum lalu menghentikan laju sepeda motormu sebentar. 

" Aku akan datang , Nanti malam ! " Teriakmu , kau melambaikan tangan dan berlalu . Sebuah kalimat berisi janji indah  yang membuatku melupakan sosok pria disampingku, Kekasihku. Kau mungkin tak sadar , kata katamu membuat hati ku berharap terlalu banyak. Dan aku mungkin terlupa , pada cinta yang seharusnya sudah utuh ku berikan untuknya , pria disampingku ; kekasihku yang mendadak ku acuhkan karena mu .

Pertemuan sepintas kita itu, ternyata menghilangkan keinginan ku untuk bersama kekasih ku lebih lama , karena mu , karena janjimu .. Aku justru mengharapkan kepulangannya sesegera mungkin, enyah dihadapanku tanpa perlu aku usir, jahatkah aku ? Ah , tidak ! Aku hanya sedang menggapai kebahagiaan yang pantas aku dapatkan dari hati yang sejak dulu aku incar incar namun selalu melarikan diri. Ya:itu kau bodoh ! 

Dan semenjak itu,setelah kepergian pria yang ku jadikan kekasih , aku mulai menghitung detik yang kurasa berdetak semakin lambat , menanti sebuah pertemuan disatu malam yang telah kau janjikan . Aku berhias secantik mungkin, berusaha memakai segala perlengkapan seorang wanita dengan semaksimal mungkin  laksana seorang putri yang akan bertemu sosok pangeran  yang ia idam idamkan selama ini. 

Lalu Menit demi menit aku menunggu , Menanti saat dimana rembulan mengusir sang mentari, menampakkan sebias cahayanya untuk memudarkan gelisah diantara penghujung penantian , dan sejauh penantianku ini , harapan untuk bertemu tak kunjung kau wujudkan. 

Aku mulai meragu, kehadiranmu hanyalah angan angan dalam kesemuan ; lelah bercampur kecewa dan sesal yang mendalam. Mungkin seharusnya aku tak mendengarkan , tak mengiyakan , tak percaya pada janji palsumu. 

Ketika jam berdetik menujukkan pukul sepuluh malam , aku beranjak ke tempat tidur, meraih handphone di sampingku, lalu mengetik kalimat kalimat menyakitkan dalam agenda hari ini, membaitkan peristiwa peristiwa sakit yang kau perbuat , menulis kisah kita dalam sebuah catatan yang menyakitkan , kau selalu tahu : kau adalah tokoh dalam semua cerita yang aku ciptakan dan aku rangkai dalam sajak sajak memilukan , kau tahu aku menyukaimu , kau tahu itu dirimu , tapi kau masih bersandiwara. 

" Fer... !" Sayup sayup aku mendengar sebuah panggilan , diluar rumah , bersamaan dengan deru mesin yang siaga. Sekonyong konyong wanita yang menunggu , aku bergegas meninggalkan ranjangku dan berlari menjumpai asal suara. Dan benar saja , kau muncul dengan segaris senyum  tanpa rasa bersalah sedikitpun . 

Aku ingin berlari kearahmu , memukul dadamu , memakimu sepuas hati karena membuatku menunggu terlalu lama. Tapi , yang mampu ku ucapkan hanya... 

" Kenapa lama sekali ? " Ucapku sambil merapikan dandananku yang mulai kacau balau. 

" Ada urusan yang harus ku selesaikan terlebih dahulu, aku sudah coba telpon , tapi tidak tersambung ,,, " Jelasmu. Aku menarik tanganmu untuk masuk. Kau menggeleng , 

" Diluar saja Fer.. " Pintamu ." Nggk enak yang didalam udah pada tidur " jelasmu,  Aku menggangguk . 

Langit dimalam itu gelap , tiada berbintang dan jauh dari pancaran rembulan , namun tak menepis sedikitpun kebersamaan diantara aku dan kau . Banyak hal yang kita perbincangan , banyak sentuhan yang kita lakukan, banyak cinta yang selalu coba ku berikan dan selalu kau tepis. Entah karena apa !

" Siapa yang bersamamu petang tadi ? , pacar ya ? " Tanyamu. 

" Ah! Hanya teman dekat , sama sepertimu .. " Aku berbohong. " Kau masih sendiri ? ". Tanyaku ingin tahu. 

" Iya , entahlah " gerutumu . " Jalan yuk ? " Ajakmu seketika , kau menarik tanganku. Aku melirik jam di tangan kiriku, setengah sebelas malam. 

" Selarut ini ? " Aku mencoba memastikan ajakkanmu

Kau menaikkan alis kirimu, " takut ? " 

" Bukan ! " Jawabku cepat , " apa kata orang melihat anak gadis keluar selarut ini dengan pria lain ?" 

" Katakan saja , aku calon suamimu !" Kau tersenyum , lalu tertawa kecil , " tenang saja , aku akan jagain kamu Fer.." 

aku mengangguk , bukan sebuah pengiyaan atas kerelaanmu untuk menjagaku , tapi lebih kepada penjelasan bahwa sampai kapanpun bersamamu selalu membuat aku tenang, merasa terlindungi dan nyaman. Dan itulah alasannya mengapa sampai selarut ini aku masih menunggu untuk dirimu. 

Aku mengikuti langkahmu menaiki sepeda motormu, seperti biasanya : aku tidak duduk terlalu dekat , dan tidak terlalu jauh darimu hanya saja.. selalu ada sentuhan kecil yang kuberikan di pundak atau sesekali merekat di pinggangmu, sebuah sentuhan kepercayaan. Bahwa saat ini , malam ini , diluar kuasa yang bisa ku kendalikan terhadap diriku : aku adalah milikmu dan kau adalah milikku, Meski tak seutuhnya. 

Roda yang berputar mengantarkan kita ke pusat kota , hinar binar lampu jalan sambut menyambut dengan pacaran lampu pijar dari kendaraan bermotor , aku dan kau menikmati langit malam yang gelap, meresapi udara dingin yang menggigit, dan mencerca kehangatan yang terselubung di antara kita. Sepeda motormu melaju dengan kecepatan rata rata mengelilingi kota yang tak pernah akan terlelap ini, dan bersamaan dengan tarikan gasmu yang semakin kuat,  tangan ku pun semakin erat melingkar di pinggangmu. Tidak ada perbincangan , tidak ada kata kata yang mengalir, sepertinya masing masing dari kita hanya menginginkan kediaman membisukan jarak diantara kita, dimana ketika tanpa ikatan dan jalinan yang pasti , hati , rasa dan hasrat kita saling terkait. 

Mungkinkah kita bisa saling memiliki,  tanpa benar benar memulai untuk jujur pada masing masing hati ? 

Kau menarik rem saat tiba tiba lampu merah menyala di perempatan jalan , kita berhenti. Aku dapat melihat matamu yang curi curi pandang padaku melalui kaca sepion, 

" Kita pulang ! " Ucapmu . 

"Iya ! " Aku menyetujui. aku merenggangkan tanganku dari pinggangmu. Seperti lampu merah  yang beberapa detik lagi berganti menjadi hijau, kebersamaan kita juga akan segera berakhir . Saat sepeda motormu melaju dan berhenti di teras rumahku . Dengan langkah yang berat aku beranjak turun , menarik senyuman dan melambaikan tangan .

" Hati - hati ya Dei.. " Ucapku , kau mengangguk . " Kapan kau akan datang kembali ? " Tanyaku. " aku ingin punya waktu yang cukup banyak untuk bersamamu ... " Jelasku . 

" Secepatnya ! " Jawabmu , " saat aku kembali , aku akan selalu menemuimu, karena itu  aktifkan nomormu Fer ! " Teriakmu. Aku benci kalimat terakhirmu , , sebuah kepalsun yang selalu kau ucapkan , nomorku selalu aktif, aku selalu menanti telponmu , kau saja yang tak pernah menyimpan kontak ku di handphonemu, kau tak pernah punya niat untuk memberitahuku ketika kau kembali , kau hanya ingin datang dengan sesuka hati , berharap aku selalu membuka pintu untukmu lalu kemudian pergi setelah meninggalkan kesan yang tak bisa aku lupakan. kau salah jika berpikir aku tidak tahu semua muslihatmu itu. Tapi selama kau senang , aku tak keberatan melakukan hal konyol ini bersamamu , walau entah bagaimana aku  akan menamai hubungan aneh ini. 

Saat kau akan berlalu , aku selalu berharap dapat memberikan ciuman selamat malam dipipimu, tapi omong kosong , sampai kapanpun tak akan pernah ada kemesraan yang lebih diantara kita. 

Ya, meski bagimu aku hanya sebuah lampu merah di perempatan jalan yang keberadaannya tak pernah dapat menahanmu lebih lama. Namun Perlu kau ingat : bagaimanapun kau ingin berlalu dengan cepat meninggalkan persimpangan dimana aku berada, aku akan selalu dapat membuatmu berhenti kembali. Lagi dan lagi. 

Catatan malam itu, 25 Juni 2015.

Rabu, 24 Juni 2015

Sebaris Bintang


Dibawah sorotan lampu taman , disekitar bunga bunga anyelir yang tertanam rapi membentuk sebuah pola lingkaran, seorang gadis sederhana membaringkan tubuhnya diatas rumput rumput yang membisu , matanya membinarkan sorotan sorotan tajam pada hamparan luas di hadapannya, gadis itu : Lucy, Ia  memandang kelangit malam , mendesahkan nafasnya lalu menikmati udara hangat yang menerpa tubuhnya. ia akan melakukan itu setiap  malam, sedikit kesenangan untuk menikmati bintang bintang, dalam kesendiriannya. 

Namun , sudah sebulan terakhir, langit tak menyuarakan harapannya , bintang yang biasanya bertaburan tanpa aturan kini lenyap , menghilang di telan kegelapan malam. Hanya ada sebaris bintang disana , dua pijaran sinar yang membentuk sebuah garis horizontal . Lucy kecewa, sebab semenjak ia mengenal malam dan kegelapan yang menakutkan, ribuan bintang selalu muncul untuk mengusir segala rasa takutnya akan kesendirian.  Dan semenjak saat itu Ia  mulai jatuh cinta pada bintang bintang dilangit, ia telah terlalu dalam menaruh hati pada gemerlapan malam yang membeku. Dan dibawah kolong langit tanpa batas, ia akan selalu menunggu bintang bintang menyapanya dikala malam tiba.  Tapi hari ini , entah mengapa bintang bintang bersembunyi, seolah olah mereka berencana untuk meninggalkan si gadis yang kesepian dalam kesendiriannya lagi ...

Drrr.. Drrr... 
Ayumi memeriksa handphone disaku bajunya, ada sebuah pesan singkat yang mengganggu konsentrasinya pada bintang-bintang. Sebuah Pesan dari Dean . Sahabatnya, pesan itu segera ia baca dengan sebelah alis terangkat.

Menghilang ya Nona ? 
Aku menunggu tepat didepan kostanmu,
Sebelum pintu itu aku dobrak, 
Muncullah !
-dean-

Lagi - lagi Ayumi mendesah ,, 
" Anak itu benar benar menyebalkan ! " Gerutunya, ia mengambil langkah berat untuk bangkit dan meninggalkan sebaris bintang yang setia menemaninya malam ini ,  ia melangkah pelan kembali kekediaman yang selalu ingin ia tinggalkan. Sepetak kamar kost yang ia tempati dua tahun belakangan ini. sepetak kamar yang luasnya tak lebih dari 5 meter , namun menampung jutaan kenangan yang selama ini menetap dihatinya. Kenangan yang penuh dan menyesakkan Seperti debu , ya.. Atau mungkin seperti rintik hujan di awal tahun. Atau barangkali.. Seperti jutaan bintang yang bersembunyi. Terlalu banyak dan tak terhingga.

Lucy menatap kelangit, sebaris bintang masih terlihat, ia tersenyum, beberapa meter darinya , seorang Pria tinggi berjacket kulit duduk diatas sepeda motor antiknya dengan satu kaki bertumpu pada kaki yang lainnya, Pria itu menghembuskan kepulan kepulan asap rokok keudara berulang ulang kali. Namun , begitu mata cokelatnya melihat sosok kecil berjalan mendekat , segera saja sebatang rokok yang masih panjang itu ia campakkan ketanah berumput. 

" Hai , nona! " Dean membuka tangannya lebar lebar , seolah olah ia akan mendapat sebuah pelukan hangat dari wanita yang tiba dihadapannya. 

" Dasar , Brengsek ! " Lucy memekik , sebuah pukulan keras ia hadiahkan untuk pria manis dihadapannya. 
" Kenapa menggangguku ?" Pekiknya." Pergi sana ! Temui siapapun yang seharusnya kau temui malam minggu begini , bukan aku ! " Lagi lagi sebuah pukulan ia hadiah kan keras tepat dipundak Dean. 

" Yakin ? " Dean menaikkan sebelah alisnya. " Nona kesepian tak butuh pangeran penghibur ? " Lagi lagi ia membuka kedua tangannya. Menunggu sebuah pelukan hangat. 

" Kau ingin aku lempar sandal ? " Ancam Lucy , ia mengambil ancang ancang perang . Mereka selalu seperti itu , bertingkah seperti anak anak di usia yang sebenarnya jauh sangat pantas dikatakan sebagai orang dewasa , ya .. Mereka telah dewasa . Persahabatan seorang pria dewasa dan wanita dewasa yang sedikit menyakitkan . Tentu saja , tak aneh jika dikatakan: Lucy pernah mencintai Dean , kebersamaan lah yang membuat perasaan itu semakin nyata, entah apakah Dean menyadari atau tidak namun Lucy tak pernah memberikan kesempatan bagi dirinya sendiri untuk mempertahankan perasaan itu. Ia tak ingin ada yang terlihat &terdengar oleh Dean terutama tentang perasaan ajaibnya.  

" Masih sakit ? " Dean merangkul pundak lucy , 

" Apa ? " Lucy menjawab dengan sedikit jutek , ia kesal . Kesal harus meninggalkan moment melihat bintang hanya untuk Sosok yang tak pernah melihatnya , melihat perasaannya lebih dalam seperti yang selalu ia inginkan. 

" Hatimu ? , hati nona kesepian ini ? " Dean berbisik, " maaf aku tak ada untukmu waktu kau kehilangan dia.." 

Lucy tak bergeming , ucapan dean membuka kembali jahitan jahitan benang tipis dihatinya, darah menyembur kembali , membanjiri seisi pertahanan di ujung matanya dan dengan sedikit sayatan kata kata itu  mendobrak kembali apa yang selama ini telah ia coba bentengi sebuah rasa kehilangan . 

" Pulanglah Dean ! " Ucap lucy pelan , nyaris tak terdengar. 

" Jangan begitu .. Jangan marah berlarut larut seperti itu pada sahabatmu ini .." Dean memelas ," aku datang jauh jauh kemari , meninggalkan kekasihku untukmu , aku tak ingin kembali dengan tangan kosong , setidaknya ada cerita yang ingin kudengar dari mu tentang dia. Lagi pula sudah lebih dari dua bulan kita tak saling berbagi cerita.. " 

" Cerita ? Untuk apa ? " Lucy memekik . 

" Agar aku tahu , seperti apa dia ,pria yang membuatmu begitu buruk saat ini ! " 

" Percuma ! Sebanyak apapun aku bercerita seperti apa dia, dia tidak akan hidup kembali ! Dia sudah mati ! " 

" Eh, Seriusan ?" Dean membuka matanya lebar lebar. 

" Aku harap ! " Lucy menunduk  kembali , " menganggap kalau dia sudah mati , aku merasa jauh lebih baik ! " 

" Seperti wajahmu ..sifatmu  benar benar menyeramkan Nona! "

PLETAK !! 
Kini Lucy membenturkan tangannya tepat di kening Dean.

" Sialan ! " Gerutu Dean. Ia mengelus ngelus keningnya yang tampak memerah. 

" Dari pada kelihatan menyedihkan,  Tampak menyeramkan akan sedikit membuatku terkesan baik !" Lucy mendesah . " Masuklah ... Agar kau bisa melihat betapa sakitnya aku !" 

Lucy berjalan meninggalkan Dean yang masih sibuk mengelus ngelung kepalanya, sementara itu dengan langkah yang malas , Lucy membuka  sebuah pintu dengan kunci yang dihiasi gantungan rajutan berbentuk capung dari saku celananya. 

KREK ! 
Pintu terbuka , lucy memejamkan mata lalu  melangkah masuk dengan perasaan malas.

" Cepat masuk bodoh ! " Lucy berteriak , ia melambaikan tangannya dengan cepat . Dean tersenyum dan menanggapai perintah, 

" Kau belum berubah lucy "bisik Dean pada hatinya. 

***

Sebuah kamar kost wanita, dengan sebuah ranjang tidur , sebuah meja belajar , sebuah lemari kecil, dan sebuah kenangan. 

Lucy melemparkan sekaleng minuman dingin yang ia ambil dari  lemari pendingin kecil yang terpojok disudut dinding kepada Dean. 

"  Dalam seminggu selalu ada satu hari dimana Risyi selalu mengisi segala keperluanku di lemari pendingin itu " lucy menerawang sambil sesekali meneguk minuman miliknya, " Ia tidak pernah bertanya apa yang habis, apa yang ingin aku simpan , ia cukup datang , memeriksa , lalu pergi dan kemudian kembali dengan semua yang ia pikir perlu untuk diberikan padaku " 

Dean mengangguk , " Hebat ! Kalau begitu Risyi  punya instiusi yang peka untukmu " Ucapnya singkat, 

" Setiap kali Risyi kemari, ia selalu duduk di kursi itu , " Lucy menunjuk sebuah kursi kayu di depan sebuah meja belajar yang menghadap kejendela. Sebuah kursi yang kini di duduki Dean, kursi yang dulu sering ia dean tempati juga. dean membelalakkan matanya. 

" Dikursi itu , ia selalu bercerita banyak hal tentang hari harinya yang melelahkan , namun tentang betapa ia lebih lelah karena merindukanku"

Dean tersenyum, " lucu ! " Gumannya , ada ringkikan tawa kecil dibibirnya. 

" Apanya yang lucu ? " Tanya lucy , Dean hanya menaikkan kedua alisnya, hal itu membuat Lucy melemparkan sebuah bantal merah muda berbentuk hati ke wajah dean .

" Rasa sakitmu, kau yang membuatnya sendiri ! " , Cetus Dean . 

" Ah , mana mungkin, aku tidak sebegitu berlebihan menjadi wanita ! " 

" Yah..Kalau kau tidak mau mengaku, aku pulang saja !" Tiba tiba dean beranjak bangkit dari kursi yang didudukinya. 

" Cepat sekali ? " Lucy memasang wajah heran. 

" Kau yang lamban ! " Ejek dean , " hatimu terlalu lamban untuk menyadari siapa pemiliknya !" 

" Apaan sih ? " Gerutu lucy . 

" Pria itu pergi , karena dia tau, Dia hanya berjuang untuk seseorang yang tak pernah berjuang atas dirinya. Selama ini Risyi memberi hatinya padamu, namun kau hanya memberi dirimu, lantas hatimu... Sudah dari dulu kau berikan padaku !" Pukas Dean , ia mengedipkan sebelah matanya. 

" Sudah , pulanglah sana ! Semakin malam bicaramu semakin melantur saja ! " Elak Lucy

" Lucy , Lucy, " Dean menarik senyum, " pria memang selalu tampak bodoh , tapi sesungguhnya pria tahu lebih banyak dari yang dapat kami lihat , " 

Lucy memejamkan mata , ia memukul kepalanya keras. 
" Oke baiklah ! " Lucy  berjalan mendekati Dean , " Tidak hanya tentang Risyi ,  Ruangan ini juga dipenuhi banyak kenangan tentangmu yang perlahan membusuk" Ucapnya lantang . 

" Semenjak kau sibuk dengan urusanmu, pekerjaannmu, karier mu dan wanita impianmu itu, aku memang selalu mengirim kabar bahwa aku butuh kau tapi sayangnya ,,kau mengacuhkan permintaan bertemu dari sahabat baikmu ini selama dua bulan, lalu jika  aku menemukan orang baru selama itu dan..Mmmmmmm" 
Kalimat Lucy terhalang oleh tangan Dean yang menutup mulutnya dengan keras. 

" Aku sudah tahu Nona ! Jangan membuat alasan alasan hanya untuk meninggikan harga dirimu, Lihat ... " Dean menunjuk kelangit malam . Memfokuskan arahnya pada dua  bintang yang bersinar dilangit malam. 

" itu kau dan .... Itu aku " Ucap dean , " seperti sebaris bintang dilangit malam, yang bersinar bersama, membentuk satu ikatan,  namun kebersamaan mereka bukan untuk dipersatukan" Dean memandang kelangit begitupun Lucy . 

" Aku kembalikan hatimu , " Dean memberikan bantal merahmuda berbentuk hati yang beberapa menit lalu lucy lemparkan padanya. " Aku tak dapat menjaganya lagi " bisiknya. 

" Kenapa ? " Tanya Lucy , matanya memandang pada langit malam yang meredup. 

" Karena hati itu sudah menuntut terlalu banyak dari apa yang pantas ia dapatkan ," Dean berjalan menuju sepeda motor yang ia parkir tak jauh dari pintu.

" Hey ! " Teriak Lucy. " Bawa kenanganmu pergi dari ruangan ini " 

" Tidak bisa nona ! " Dean menghidupkan mesin motornya, " biarkan saja kenangan itu tinggal dan membusuk hari demi hari, semoga saja aromanya akan membuatmu semakin muak padaku" 

Lucy tersenyum . 
" Baiklah ! Jaga dirimu baik baik dan pergilah sejauh jauhnya, aku tidak ingin suatu saat kau kembali karena kasian padaku lagi seperti malam ini"

Dean menggelengkan kepalanya, 
" kau tahu Nona, Bintang tak dapat pergi kemanapun, jika hari ini kau melihat bintang bintang menghilang , mungkin mereka hanya bersembunyi untuk menguji apakah kau masih setia menunggu sampai mereka kembali atau tidak sama sekali," dean menghidupkan mesin motornya. 

" Lalu apa kesimpulannya ? " Lucy mundur beberapa langkah , menyenderkan tubuhnya pada pintu. Ia melipat kedua tangannya didepan dada, sedikit menaikkan dagu dan bertingkah seolah olah dia cukup mampu untuk mendapat penolakan atas cinta yang tidak pernah dia utarakan.

Namun sekonyong konyong sebuah jawaban yang seharusnya lucy terima , Dean justru  melambaikan tangan dan menarik gas sepeda motornya dengan kuat

" Selamat tinggal Nona Kesepian. . . " Dean berlalu . Sepeda Motornya melesat kencang menembus kabut malam. Dean datang dan pergi dengan sesuka hatinya.  Lagi dan lagi. 

Lucy menghela Nafas, " Dasar Brengsek !" Batinnya. 
Dengan keras Lucy membanting pintu, lalu melemparkan tubuhnya keranjang , Ia ingin menjerit kesal, berteriak memaki maki dirinya sendiri. Namun Ujung matanya menangkap sesuatu yang tertinggal di atas meja belajarnya , sebuah kotak rokok kepunyaan dean. Lucy menjuntaikan tangannya meraih benda itu. 

" Dasar ! , bukannya membawa oleh oleh , tapi meninggalkan sampah ! " Gerutunya. 

" Ini ...." Lucy terdiam , ada sebuah hal yang membuat bibirnya tiba tiba terasa kelu. Mata lucy terbuka semakin lebar menatap sebaris kata yang tertulis di bagian dalam kotak rokok milik Dean itu. 

Bibirnya bergetar, Tangannya meremas kuat benda itu, ada butiran butiran cairan bening yang tergenang di pelupuk matanya. Seketika Ia berlari , berusaha mengejar sesuatu yang ia harap belum benar benar pergi. 
" DEAN .... " Lucy berteriak , " DEAN... " Panggilnya lagi. 
" Dasar Banci  !! " Umpatnya. Di tengah teriakan yang menggemakan malam , bulir bulir air mata menetes dan jatuh tepat di atas pipinya. Ia melirik kembali pada sebaris kata yang ia yakini ditulis oleh Dean . Sebuah tulisan kasar yang cukup berantakan , tapi sangat dapat ia baca dengan teramat mudah, sebaris kata yang menyiratkan perasaan kecewa. 

" Yang ku inginkan datang dan menetap, namun kau senantiasa memintaku untuk pergi "   

Disaat saat seperti ini , Handphone disaku lucy justru bergetar. Dengan kesal ia meraih dan menyahuti panggilan. 

" Jangan pergi lagi , tinggallah disisiku " ucap Lucy. Pada pria diseberang telpon. " Aku butuh kau bodoh ! " Ada isakan tangis diujung kalimat yang lucy ucapkan.

" Baik ! " Samar samar sebuah sahutan muncul di balik kegelapan malam , dengan langkah tenang Dean berjalan mendekati Lucy sambil menarik senyum tipis di bibirnya. 

" Aku meninggalkan kotak rokok ku, boleh aku ambil kembali ? " Dean mengulurkan tangan. 
Lucy menggeleng. 

" Kau yakin ? Itu bukan milikmu ? Kembalikan pada pemiliknya ! " Tambah dean , 

Lucy menggangguk, " bukan milikku , tapi tak akan aku serahkan pada orang lain ... " 

Dean tersenyum , Lucy mencoba menahan tangis dengan menggigit gigit ujung bibirnya.

" Aku butuh kau bodoh ! Kemarin, saat ini dan Nanti..". Kata kata yang lucy ucapkan akhirnya membuatnya  mengakhiri kesendiriannya selama ini, Dean memeluknya, pelukan persahabatan  yang kini menuju jalinan yang berbeda, Cinta. 

Meski dilangit malam sejuta bintang menghilang , Lucy menyadari bahwa dua bintang nyata , yang terlihat dan tergapai , akan lebih baik dari sejuta bintang yang hanya ada ketika semuanya baik baik saja. sebaris  bintang yang senantiasa hadir ketika dibutuhkan akan terasa jauh lebih indah. Begitupun Perasaan yang selama ini ia sembunyikan , Butuh segenap Luka dan rasa sakit untuk membuat Cinta berakhir dengan penuh bahagia. 


Senin, 01 Juni 2015

Yang Kau Khianati

Semuanya telah jelas , kau bukanlah untukku . Meski tak terpungkiri telah banyak masa yang  kita lalui bersama, ya, hanya ada aku dan kamu.


Namun Kini, aku harus melepasmu, saat aku merasa genggaman tanganmu mulai tak seerat waktu itu. Tatapan matamu tak sehangat mentari kemarin, dan pelukanmu kurasakan semakin asing bagiku. 


Aku tidak berubah,aku masih diriku yang kemarin yang mencintaimu tak jeda sedikitpun. Hanya saja..Aku mulai meragu, diam diam disetiap pagi dan menjelang tidur. Terlambat aku sadari Ada nama lain yang menghuni di sudut bibirmu yang setiap saat ingin kau ucap. Aku selalu berharap itu adalah nama indah milikku, tapi tak dapat ku pungkiri, ada wanita lain yang tak dapat kau tepis , lalu.. Seperti inikah cinta yang aku pertahankan ? , aku benci ! Semakin benci pada kenyataan , bahwa aku bukanlah satu satunya wanita yang kau cintai, karena sekarang aku telah kau khianati .


Ketika kita bersama , Aku pikir kau sudah berhenti untuk mencari dan menemukan hati yang lain, nyatanya sejauh kita melangkah ,kau hanya memberi dirimu, sementara aku dengan begitu bodoh memberi hatiku.  


Sayangnya aku terlampau percaya padamu , pada permainanmu, pada janji setia yang kau tuturkan tanpa jeda. Tahukah ? Kebersamaan kita adalah takdir yang selalu aku rangkai tapi tak pernah kau jadikan kenyataan..


jika waktu dapat aku kembalikan, aku ingin berbalik kesekian jam, menit, dan detik yang berlalu, aku ingin menghapus segala rasa yang sekarang aku sesali,  meluluhkan setiap keinginan yang semakin terharapkan, kenapa ? Kau justru menaruh cintamu pada hati yang lain . Sementara disini kau menutup matamu dan berpaling dari cinta yang tulus aku berikan. 



sekarang : aku ingin berhenti, sebab aku tak tahu bagaimana cara untuk berbagi , terutama pada cinta dan kasih sayangmu yang tak lagi kumiliki. Mungkin, aku akan terluka .. Lalu dengan bodoh  mencari bayangmu disetiap sudut dinding yang membisu.aku akan jauh kehilangan ... Aku akan menyesal sepanjang waktu karena melepaskanmu, bahkan disaat tanpa sengaja memoriku membiaskan kembali kenangan tentangmu kala itu mungkin akan ada jutaan air mata yang tak lagi mampu aku bendung. Tapi, sejauh yang tak pernah aku bayangkan,  aku terlupa pada batasan batasan dalam mencintai , Setidaknya sudah pernah ada kebahagiaan di awal ,  meskipun diakhir sebuah perjalanan harus ada rasa sakit yang tak berkesudahan.dan  sejauh rasa sakit yang perlahan kau tanamkan diatas kesetiaan ku. aku percaya meskipun sulit , aku  akan baik baik saja tanpamu. Jadi pergilah, jangan menoleh dan biarkan aku sendiri. 


Berbahagialah..Sebab kini aku yang mencintaimu tak akan pernah memilih kembali.