Minggu, 31 Mei 2015

Saat Badai Kemarin


Satu bulan yang lalu badai baru saja melanda, masih dapat terlihat genangan air disepanjang tanah tanah basah yang berkubang,bahkan dedaunan yang berguguran diterpa angin kala itu belum benar benar hilang dari aspal jalan hingga detik ini.

Namun diujung jalan berliku sore kemarin , Pria itu berdiri disana : dengan kemeja hitam yang membalut tubuhnya dan dikaruniai  suara emasnya, ia mengalunkan syair syair dengan petikan petikan gitar yang menyentuh hingga ke sanubari. Dan dari kejauhan , seorang wanita memandang takjub penuh kekaguman, ada getaran getaran dihatinya yang berpacu cepat tanpa jeda namun tak dapat ia  jelaskan apa. Tapi, yang terjadi mungkin saja ia sedang jatuh cinta. Barangkali Pada Gemuruh dalam badai yang baru saja berlalu.
***

Nayna membuka sebuah catatan balok balok angka, ia meletakkan nya tepat diatas sebuah tuts tuts piano Tua yang tergeletak membisu.  Dibalik kacamata besar yang membingkai wajahnya , mata kecilnya menatap tajam pada lirik  yang tertulis di catatan tersebut. Ada sebuah lagu , sebuah syair , nada dan irama yang ingin Ia alunkan. Tentang sebuah bercak luka yang masih menggenang dihatinya,sebuah luka yang bersemi sesaat  tak lama setelah badai berhenti.

Perlahan , tangan mungil Nayna  menjentikan satu demi satu nada, sebuah melodi mengalun. Bersamaan itu  Ada bulir bulir bening yang tanpa terasa membebani kelopak matanya yang mulai tak terbendung dan kemudian tumpah ...

" Kheeh , Bodoh !" Nayna bergumam , ia menyeka air matanya . " Kenapa aku yang terus menerus bertahan ? Kenapa aku ? " Pekik hatinya. Nayna tersenyum.

" Ya, karena kemarin, waktu itu, dan saat ini aku masih menjadi si idiot yang mencintaimu , Raiva " Bisiknya. Nayna meerawang kenangan kemarin , sebuah catatan tentang Raiva, pria yang beberapa detik lalu membuatnya meneteskan air mata. Pria yang Nayna harap dapat ia lenyapkan sejak lima hari yang lalu, saat kata putus itu terucap berulang kali dari bibir yang tak ia sangka sangka. Ya, sebuah Kata Putus yang di cetuskan  untuk kesekian kalinya oleh Raiva terhadapnya.

Nayna melangkah meninggalkan pianonya, ia berjalan menuju jendela , menatap mendung diluar sana. Sepintas ada ingatan yang melesat di pikirannya,tentang sosok baru. Seorang Pria yang suatu ketika beruntung ia lihat, pria mungil bersuara emas dan..... Mungkin akan dapat ia sukai.  Walaupun Mungkin tidak secepat beberapa bulan yang lalu saat ia jatuh cinta pada Reiva, namun setidaknya ia punya kesempatan untuk menghilangkan luka dari kenangan lama bersama sosok yang telah meninggalkannya , meskipun tidak menutup kemungkinan akan terjadi luka baru  karena kenangan oleh hati yang baru kembali. Sebab Nayna ingin melupakan , dan salah satu caranya adalah menemukan pengganti Raiva  yang jauh lebih baik.

Nayna tersenyum , dengan semangat yang dibuat buat ia merogoh handphone genggam disaku celananya , mengetik sebuah pesan dengan cepat. Lalu menunggu balasan dengan hati penuh harap. Dan ketika handphone berdering kembali , Nayna membaca pesan singkat itu dengan senyum mengembang. Ada sebuah nama yang tertera dalam pesan tersebut, nama yang membuat Nayna sedikit kehilangan luka,  dan Nama itu bukanlah Raiva melainkan Darma. Pria yang sempat tertangkap oleh matanya  di dipenghujung badai . Si pemilik suara emas. Nayna mengepalkan semangat..

" Baiklah, Aku akan belajar mencintai lagi.. " Ucap hatinya.

***

Gitar tua itu  mengeluarkan bunyi yang nyaring , petikan jemari lihai yang menyentuh senar senar tuanya membuat gitar itu terkesan muda kembali. Pria kecil berwajah melankolis dengan suara emas Itu tersenyum manis pada wanita yang menghampirinya malu malu: Nayna.

Ada tatapan yang dalam dari kedua pasang mata, sebuah tatapan menusuk yang menjadikan hati sebagai sasarannya. Dari pacaran kedua pasang mata , bisa dipastikan ada keinginan yang tersembunyi, sebuah keinginan yang jelas jelas akan mereka jadikan kenyataan, sebuah harapan untuk saling mengenal lebih dalam dan lebih dekat, sebuah rasa untuk bisa saling berbagi atau jika memungkinkan , sebuah hasrat untuk saling memiliki.

Ada luka yang ingin Nayna sembuhkan , dan ternyata begitu juga yang Darma harapkan. Mereka : kedua hati yang beberapa masa lalu berada dalam kegelapan. Yang terjebak dan terselubung dalam cinta yang salah. Mereka ingin bangkit, melepaskan dan melupakan , lalu merasakan bahagia dengan sederhana .

Berberapa menit yang berlalu , menjadi menit menit menyenangkan yang  perlahan berubah menjadi hari hari indah. Nayna mengakui itu, tanpa ia sadari ia mulai menyukai Dharma. Pria itu memiliki kedewasaan yang teramat ia butuhkan, kedewasaan seorang pria yang dapat membimbingnya , mengarahkannya dan menuntunnya kejalan yang mungkin baik untuknya. Dan Harus kembali ia akui : keisengan yang ia mulai kini tak dapat ia akhiri . Ia ingin memberi hati , memberi diri dan segenap waktu untuk Darma. Nayna tidak yakin pada segala hal yang kini berselubung dihatinya tapi, jika ada nama yang ingin ia berikan pada perasaan yang ia miliki saat ini , maka Nayna ingin menamai perasaan itu dengan: Cinta.

***

Dharma : pria itu memiliki usia yang terpaut jauh dengan gadis yang saat ini bersamanya, Dia masih meragu, dia tak benar benar yakin, tapi dia harus mencoba membuka lembaran baru sesegera mungkin. Ia tahu Dengan jelas bahwa Nayna menyukainya , meskipun tak pernah terperinci pada apa. Apakah itu suaranya ? Kedewasaannya ? Parasnya ? Atau barangkali tidak pada apa apa yang ia miliki ? . Darma masih ingin mencari tahu, ia tidak ingin menerka ataupun terlalu yakin pada perasaan yang Nayna tunjukkan. Ia pernah terjebak , pada kelembutan , dan harapan harapan yang diberikan oleh wanita. Karena itu, di tepi hatinya yang tak terlihat, Darma membekukan keyakinan , bahwa setiap wanita terlalu sulit untuk dimengerti.

Namun, , rasa suka terlanjur melingkarkan janji diantara Nayna dan Darma . Dan seperti badai kemarin , yang datang tanpa pertanda .sebuah Hubungan dimulai lalu kemudian diakhiri kembali.

Tentang wanita yang tak lagi bisa mencintai.
Dan Pria yang tak dapat membuka hati kembali

Tidak ada komentar:

Posting Komentar