Minggu, 10 Mei 2015

Kamu dan Kamu

#DindingTransparan  : yang tak terlihat dan tak tertembus.

*
" Suamiku adalah lentera , yang bersinar saat seluruh cahaya padam namun meskipun hanya serpihan cahaya dari sebias api yang panasnya tak pernah dapat aku sentuh, ia tetaplah satu satunya terang yang menyelamatkanku dari gelap, dan sekecil harapan untukku yg selalu aku yakini, bahwa sampai saatnya tiba , suamiku adalah milikku "( yang berdiri disampingmu: Nazwa)

Seperti yang selalu aku lakukan setiap paginya, hari inipun masih sama , aku menghidangkan sebuah sarapan pagi istimewa  untuk Dimas , suamiku. Pria yang mencuri segala cinta dariku, yang beberapa tahun lalu begitu kokoh  menyakinkanku untuk merakit segenap komitmen untuk hidup bersamanya, apapun dan bagaimanapun nantinya. Dan yang tak pernah berubah sampai detik ini adalah, ketetapan hatiku bahwa sejauh ini Aku semakin mencintainya.

Aku meletakkan Keisya disampingnya , buah hati kami. Ia baru berumur empat tahun, entah kenapa pagi ini ia terjaga terlalu cepat, sedikit membuatku kerepotan untuk membagi keadilan , putriku tercinta atau suamiku terlebih dahulu yang harus aku layani.

Dan Sambil tetap menggubris keisya dengan segala kebawelannya , Aku menuangkan teh hangat ke cangkir khusus milik Dimas, Ia tersenyum dan mengangguk,
" Terima kasih bunda " bisiknya lembut, bahkan hanya dengan tutur kata,  Aku selalu dapat merasakan kasih sayang yang ia tunjukan , ah entah bagaimana aku menjelaskan bahwa suamiku adalah pria terbaik yang tuhan berikan untukku. Aku percaya itu, Sekarang dan selamanya , ya, semoga....

**
" Ketika kita bersama , Aku pikir aku sudah berhenti untuk mencari dan menemukan, nyatanya sejauh kita melangkah ,aku merasa tak mendapatkan apapun,bukan soal cinta dan kasih sayang , melainkan kebebasan yang terlampau kau berikan, salahkah Jika aku menemukan kembali ? Apa yang dulu tak pernah aku cari. Dan yang masih aku ragukan, mungkinkah  perasaan menyayangi dapat aku bagi pada setiap hati yang ku ingini ? Lalu katakan, kapan kesetiaan itu diuji ? " ( Pria yang selalu kau banggakan : Dimas )

Aku mulai meragu, diam diam disetiap pagi dan menjelang tidur. Ada nama lain yang menghuni di sudut bibirku yang setiap saat ingin aku ucap. Aku selalu berharap itu adalah nama indah milik istriku atau buah hati kami , tapi malu ku pungkiri, ada wanita lain yang tak dapat aku tepis , lantas... Seperti inikah suami yang pantas dibanggakan ? , aku benci ! Semakin benci pada kenyataan , bahwa istriku adalah malaikat yang kini telah aku khianati .

Pelan tapi pasti, aku meneguk secangkir teh hangat dihadapanku, terlalu manis namun terasa tak sesempurna kemarin entah karena apa. disampingku Nazwa masih repot dengan keisya , aku hanya diam memperhatikan sambil sesekali memasukkan sarapan kemulutku. Dulu, saat saat seperti ini, aku berharap waktu dapat berputar melambat, agar aku dapat berada disamping istriku lebih lama, melihat senyum dan tawanya , mendengarkan kecohannya tentang tetangga sebelah  yang usil , putri kami yang semakin menggemaskan , atau sesekali tentang kesibukanku yang tak menyisakan waktu untuk kebersamaan kami. Dulu aku ingin mendengar itu , namun sekarang diam diam , aku ingin semua itu berakhir.

***
"  Tuhan, jika waktu dapat aku kembalikan, aku ingin berbalik kesekian jam, menit, dan detik yang berlalu, aku ingin menghapus segala rasa yang sekarang aku sesali,  meluluhkan setiap keinginan yang semakin terharapkan, kenapa ? Kau justru menaruh hatiku pada ruang yang telah ditempati. Ya, aku yang bodoh kini  jatuh cinta pada pria yang telah dimiliki wanita lain..." ( yang terjerat dan tak dapat lepas: Mecha )

Menunggu; itu yang kulakukan saat ini, menanti sosoknya datang dengan sepeda sport putihnya lalu menyapa ku dengan penuh senyum dan cinta di gerbang kantor tempat kami bekerja, bertemu, bersua sapa, lalu bersatu dalam ikatan ,, ah.. Entah ikatan apa. Waktu yang berdetak lambat membuat perasaanku semakin merindu, aku tak sabar, tak pernah sabar untuh melihat rupa pria yang aku cintai. Sungguh malu untuk ku akui , kalau sekarang kantor bukan lagi alasan bagiku untuk menuntaskan segenap pekerjaan yang menjadi tanggung jawabku, karena sejak beberapa minggu yang lalu , tempat sibuk ini menjelma menjadi rumah kedua bagi aku dan dia. Hanya di tempat inilah kami dapat bertemu dan melepas segenap rindu yang mengakar dan mulai mencabik cabik.

" Pagi cha ... " Aku menoleh pada suara lembut yang berbisik di telingaku, Dimas. Aku tersenyum , berpura pura menutupi raut kebahagiaan yang jelas aku rasakan. Aku wanita, berlagak tidak butuh adalah hal utama yang selalu aku lakukan.

" Pagi..." Balasku. " Bagaimana hari ini ? Mas sudah sarapan ? " Tanyaku, Dimas memiliki usia yang jauh lebih tua dariku, ia lebih senang jika aku memanggilnya dengan mas,, namun jujur itu sangat asing , sebelum mencintainya aku terbiasa memanggilnya dengan panggilan " Bapak " , panggilan yg menurutku cukup sopan untuk rekan kerja. Hanya saja, jika dia menginginkan aku memanggilnya begitu , aku akan melakukannya. Melakukan seperti yang dimas Pinta.

Tidak banyak basa basi yang bisa aku dan dimas lakukan , ini kantor : ada privasi dan harga diri dari masing masing yg harus kami jaga, dan hubungan ini, sesungguhnya adalah ikatan yang tak pernah bisa kami jelaskan , yang aku tahu ; tuhan tahu apa yang aku rasakan . Ia jelas terlibat pada segala rentetan cerita yang kami rangkai , ada tangan tangan kecilnya yang mengatur perjalanan cinta kami,bukankah cinta adalah pemberiannya ? Ya,  meskipun.... Jelas, ada hati yang telah aku sakiti.

1 komentar:

  1. Sebuah kisah nyata yang aku sendiri tidak bisa menjelaskan lewat kata ataupun tulisan

    BalasHapus