Senin, 02 Maret 2015

LOOP


“ Anggap saja hubungan kita seperti sebuah pertandingan maraton , dan aku adalah satu satunya atlet yang tersisa. Kau tidak perlu bersusah payah menjadi supporter yang meneriaki semangat untukku, tak juga menunggu ku dengan manis di ujung garis Finish , tapi yang perlu kau lakukan hanyalah memberitahuku kemana aku harus berlari. Agar dimanapun garis finish itu berada , aku tahu kapan aku harus  berhenti “

Setidaknya begitulah, Pintamu ; Saat guyur hujan turun di awal februari tahun lalu,  sampai menjelang hujan merintik reda, bahkan masih kokoh ketika mentari menyembul kembali. Tidak ada yang  berubah, Kau masih sedingin es yang beku, Kau adalah kutub. Ya, begitulah kira – kira.

Hari ini tepat pukul sepuluh waktu yang kita sepakati, aku menunggumu di Cafe hotel yang kemarin kau janjikan. Dari sekian banyak permintaan  bertemu yang ku ajukan, baru saat ini kau memberikan secercah kemungkinan untuk berjumpa, dan itupun ragu ragu. Jika kau muncul tepat waktu tanpa terlambat dan tak memberi alasan, atau bahkan tak menghilang tanpa keperdulian seperti yang selalu kau lakukan. Maka kemungkinan untuk berjumpa akan berganti menjadi kenyataan untuk berpisah.

Sebab hari ini aku ingin kita selesai; berakhir, atau apapun itu namanya, Terserahlah ! Aku sudah tidak tahan mencintai seonggok hati yang bisu, yang mati akan rasa perduli dan miskin oleh cinta.

Aku meneguk lemon tea yang beberapa saat lalu sampai dimejaku ketika kau tiba, dua lemon tea, milikku dan untukmu. Kau melakukan hal yang sama, meneguk menuman itu secara perlahan lahan tanpa perlu aku bimbing.

“ Kemarin aku melihatmu dengan seorang wanita, siapa dia ? “ Aku memulai pembicaraan, kalimat yang telah aku latih untuk diucapkan padamu.

“hanya teman biasa “ jawabmu, “ Apakah itu masalah ?” kau menaikkan kedua alismu, menunjukkan bahwa kau tak menyukai bahan pembicaraan yang aku bawakan dipagi ini.

“ Tidak ! , Maksudku, Ada ! Bukan tentang siapa wanita itu, tapi tentang masalah yang benar benar ada ! “

“ Ya, katakan ! “ kau mencoba mengontrol kegugupan yang terlihat di wajahku.

 Kau sudah tahu masalahnya Rai ! “ Tegasku, “ dan itu adalah ketidak cocokan kita, atau harus kukatakan ketidak nyamananmu bersamaku !” Aku menarik nafas panjang, “ Aku pikir hanya butuh beberapa waktu untuk dapat mencairkan kedinginan yang menyelubungi hatimu, tapi sejauh ini pintu itu masih membeku, membeku dan tak dapat aku buka lagi ! “

Kau tersenyum, dan persetan dengan senyum yang membuat kau terlihat begitu manis, aku tak perlu itu ! yang aku inginkan hanyalah meninggalkanmu dan tak mencoba untuk kembali.

“ Itu menurutmu, tapi kau memang menyadari segalanya dengan begitu baik ! “

“ Alasan bagi seorang wanita untuk terlalu paham pada rentetan masalah  dalam hubungan yang sama sekali tidak dapat ia jelaskan memang terdengar luar biasa, dan harus ku mulai dari mana agar semua kesalahan terlihat jelas dimatamu ? “

“ Awal dari hubungan ini hanyalah soal sepele, karena kita saling mencintai, dan entah bagaimana kau akan memberikan akhir pada cinta yang kau mulai lebih dahulu ? “

“ Dengan memberitahumu, bahwa sekarang aku mencintai orang lain “. Dengan dada bergemuru pengangkuanku membuat wajahmu yang semula tampak acuh, kini berubah fokus padaku, sesekali pada segelas lemon tea yang mulai dingin dan kalau tak salah juga pada hubungan kita.

“ Apakah aku salah menduga ? “ keluhku sembari meraih ujung jemarimu yang menggenggam gelas kaca diatas meja. Sudah lama aku tak melakukan itu dan kini harus ku akui itu semua terasa begitu asing.

“ Siapa lelaki itu ? “ ada kilatan getir pada ujung matamu yang membuatku terpaku , bukan tatapan menyelidik, namun lebih kepada tanggapan bahwa aku semakin terlihat tak punya harga diri dihadapanmu.

“ Dia hanya pria biasa yang dapat memperlihatkan aku wujud kasih sayang yang selama ini aku cari “ kau melepaskan genggamanku.

“ Selamat ! “ Kau meneguk kembali lemon tea itu , menghabiskannya tanpa sisa lalu bangkin dan mengakhiri pertemuan kita, namun aku menahanmu dengan memeluk punggungmu dari belakang, seperti sibodoh yang melepas timba kedalam sumur yang dalam lalu sekuat tenaga mencoba menariknya kembali ke atas.
“ Jangan menyalahkanku, kau yang terus terusan bersikap seolah olah aku bukan siapa siapa, kau tak dapat aku usik, Baiklah, Semula semua itu tak masalah . Namun tidakkah kau paham kalau aku bukanlah sebongkah batu ? “

“ Kalau begitu, maka akulah sebongkah batu untukmu, karena itu kau melemparkanku kesungai sesuka hatimu saat kau menemukan batu yang lebih indah, lebih berwarna, lebih bisa membuatmu terlihat hidup, Aku hanya batu pantai yang keras bahkan deburan ombak tak mampu mengikisnya “ kau mengucapkan kata kata yang membuat dadaku bergejolak.

“ Kau pikir aku yang salah ? “ aku melepaskan pelukanku, “ apa dimatamu sebagai seorang wanita aku tampak tidak setia karena lebih memilih orang lain ? “

Rai tidak berbalik, ia menjawab pertanyaanku bahkan tanpa memandang sorot mata kecewa yang aku tunjukkan.

“ Kau baru saja mengakuinya ! “ ucapmu pelan. Bibirku bergetar, ada cairan bening yang mengalir melewati hidung dan jatuh tepat didadaku.

“ Kau benar, aku tidak cukup setia untuk dapat menunggumu sampai kau mencapai garis finish, jadi berjuanglah sendirian, menangkan pertandingan yang kau ciptakan sendiri dalam hubungan kita ! “ Aku memekik.

“ Aku tidak bisa ! “ kau berbalik , “ kau sudah mengakibatkan aku tersesat terlalu jauh Mor ! “

“ Berhentilah Rai ! Jangan membuatku tampak seperti wanita yang jahat, aku tidak melukaimu, Kau yang melukai hatimu sendiri, dari semula jika menerima pernyataan cintaku justru tak membuatmu bahagia, jika hubungan kita ini justru membuatmu merasa terbebani, kau tidak perlu melakukannya, tidak perlu mengatakan Ya untuk perasaanku , KENAPA HARUS AKU YANG TERUS KAU SUDUTKAN ?”

Rai masih dapat tersenyum bahkan saat emosiku sudah tak bisa aku kendalikan , aku tak perduli pada pengunjung cafe yang menjadikan pertengkaran kami sebagai tontonan seru dipagi hari. Ya, pertengkaran sepasang kekasih yang tak saling mencintai seperti sebuah lelucon hambar yang akhirnya tak pernah membuat para penonton tertawa.

“ Sekarang sudah tidak ada alasan bagi kita untuk bertahan “ Kau mendesah dan menutup wajahmu dengan telapak tangan, Oh .. Aku tak mengerti apakah itu karena kau mulai sadar akan kesalahanmu ataukah karena kau tak menduga aku akan melakukan sesuatu yang tak pernah kau pikirkan, sesuatu yang mustahil dillakukan oleh sosok yang selama ini memilih untuk diam. Aku masih mencari cari jawaban pada wajah yang kau sembunyikan dibalik tangan kekar itu, karena kau memang lelaki dengan jalan pikiran yang mengejutkan.

“ Dahulu yang membuatku tertarik padamu adalah sikap keakuanmu yang seperti ini, Kau tak tersentuh, sangat menarik bagiku untuk menjadi bagian dari hati yang tak dapat dimasuki hati yang lain, tapi melalui hari hari tanpa cinta dan kasih sayang yang tak bisa aku rasakan darimu, itu menyedihkan ! “ jeritku, kau menyingkirkan tangan itu dari wajahmu.

“ Jadi, dimana garish finishnya ? “

Aku terperangah.

“ Boleh aku berhenti sekarang ? “ tanyamu lagi, kini aku dapat melihat binar binar air mata yang tertahan di kelopak matamu, Aku ingin menutup mata, mulai takut pada perasaan cinta yang sekarang aku tepiskan, Jangan bilang; jangan katakan kalau aku telah salah menilaimu. Kumohon !

Namun aku benar benar memejamkan mata, mencoba menerawang kembali pada segala kenangan yang masih sanggup aku simpan, Apakah kau seburuk itu ? Apakah kutub benar benar selalu beku ? Apakah aku hanya mencari alasan untuk menutupi ketidak setiaan ?

Detik ini harus aku akui, dibalik keacuhanmu yang selama ini aku benci, tersimpan isyarat bahwa dibalik itu kau selalu memberikan ku kebebasan, memilih , menentukan , mengatakan apa yang aku mau. Kasih sayangmu yang tak pernah bisa aku lihat ternyata terselubung dibalik perhatian perhatian yang tak pernah kau utarakan sebab kau ingin aku merasakannya melalui kepercayaan yang kau berikan padaku, kau percaya pada segala hal yang menjadi keputusanku. Kau dingin, tak terusik, Ya ! itu semua karena kau ingin memberiku banyak waktu dengan segala kesenangan yang aku jalani tanpa perlu menggangguku dengan urusan urusan tentangmu .

Dan aku tak menyadari itu, menyadari kalau kau membutuhkan matahari untuk mencairkan kutub hatimu yang beku, namun selama ini mendung panjanglah yang terus menerus aku perlihatkan padamu. Kenapa butuh waktu yang lama bagiku untuk dapat mengerti hal sepele yang seharusnya mudah untuk kusimpulkan sejak dulu dulu. Hari itu ; satu tahun yang lalu, kau menerima pernyataan cintaku karena kau juga mencintaiku, tentu saja mencintaiku dengan caramu. Kenapa aku tak mengerti ? Kenapa sulit untuk kupahami ? kenapa aku terus terusan membiarkanmu berlari ? dari awal kau ingin aku memintamu berhenti, tapi kenapa tak aku lakukan ?

“ Rai ..” Aku beringsut jatuh, lututku tak lagi kuat menahanku berdiri, kau mendekat dan berlutut tepat dihadapanku, melirikku lalu memandang sekeliling dengan utuh.

“ Kita pulang ?” Bisikmu. Aku mengangguk.

“ Telponlah Pria itu, aku tak bisa mengantarmu sampai rumah, sekarang ada wanita lain yang harus aku temui  “ kau mengulurkan tangan padaku, menghapus air mata ang menggenangi wajahku. Aku mengadahkan kepala

“ Siapa wanita itu ? “

“ Dia hanya wanita biasa yang dapat melihat cinta dari sebongkah batu “ Kau tersenyum, Aku semakin tersayat. “ Berbahagialah Mor ! “ tambahmu lagisebelum meninggalkanku untuk kesekian kalinya.

Aku hanya mengangguk pilu, air mataku telah berhenti mengalir, Tidak lagi ! aku tak ingin terjebak dalam cinta yang sulit dipahami, sebab aku bukanlah wanita yang sanggup menikmati rasa sakit akan mencintai pria yang hatinya tidak dapat aku selami. Aku tak akan memintamu kembali, tak akan mengajukan maaf, dan tak mau tampak salah, Tidak !

Biarlah kini aku yang berlari dalam lingkaran tertutup dihatimu, kau tak perlu meneriaki, tak perlu menunggu, tak perlu memberitahu kapan aku harus  berhenti, sebab aku tak butuh itu. Yang ku butuhkan hanyalah menghafal lintasan dimana aku berdiri, berlari dan kembali, agar nanti saat kau bersedia membuka hatimu untukku lagi, aku dapat menemukan jalan tanpa harus tersesat seperti ini, semoga....

Tentang sosok yang mencintaiku dengan penuh teka teki;

Tidak ada komentar:

Posting Komentar