“ Anggap saja hubungan kita seperti sebuah pertandingan maraton , dan aku adalah satu satunya atlet yang tersisa. Kau tidak perlu bersusah payah menjadi supporter yang meneriaki semangat untukku, tak juga menunggu ku dengan manis di ujung garis Finish , tapi yang perlu kau lakukan hanyalah memberitahuku kemana aku harus berlari. Agar dimanapun garis finish itu berada , aku tahu kapan aku harus berhenti “
Setidaknya begitulah, Pintamu ; Saat
guyur hujan turun di awal februari tahun lalu,
sampai menjelang hujan merintik reda, bahkan masih kokoh ketika mentari
menyembul kembali. Tidak ada yang
berubah, Kau masih sedingin es yang beku, Kau adalah kutub. Ya, begitulah
kira – kira.
Hari ini tepat pukul sepuluh waktu
yang kita sepakati, aku menunggumu di Cafe hotel yang kemarin kau janjikan.
Dari sekian banyak permintaan bertemu
yang ku ajukan, baru saat ini kau memberikan secercah kemungkinan untuk berjumpa,
dan itupun ragu ragu. Jika kau muncul tepat waktu tanpa terlambat dan tak memberi
alasan, atau bahkan tak menghilang tanpa keperdulian seperti yang selalu kau
lakukan. Maka kemungkinan untuk berjumpa akan berganti menjadi kenyataan untuk
berpisah.
Sebab hari ini aku ingin kita
selesai; berakhir, atau apapun itu namanya, Terserahlah ! Aku sudah tidak tahan
mencintai seonggok hati yang bisu, yang mati akan rasa perduli dan miskin oleh
cinta.
Aku meneguk lemon tea yang beberapa
saat lalu sampai dimejaku ketika kau tiba, dua lemon tea, milikku dan untukmu.
Kau melakukan hal yang sama, meneguk menuman itu secara perlahan lahan tanpa
perlu aku bimbing.
“ Kemarin aku melihatmu dengan
seorang wanita, siapa dia ? “ Aku memulai pembicaraan, kalimat yang telah aku
latih untuk diucapkan padamu.
“hanya teman biasa “ jawabmu, “
Apakah itu masalah ?” kau menaikkan kedua alismu, menunjukkan bahwa kau tak
menyukai bahan pembicaraan yang aku bawakan dipagi ini.
“ Tidak ! , Maksudku, Ada ! Bukan
tentang siapa wanita itu, tapi tentang masalah yang benar benar ada ! “
“ Ya, katakan ! “ kau mencoba
mengontrol kegugupan yang terlihat di wajahku.
“ Kau sudah tahu masalahnya Rai ! “ Tegasku, “
dan itu adalah ketidak cocokan kita, atau harus kukatakan ketidak nyamananmu
bersamaku !” Aku menarik nafas panjang, “ Aku pikir hanya butuh beberapa waktu
untuk dapat mencairkan kedinginan yang menyelubungi hatimu, tapi sejauh ini
pintu itu masih membeku, membeku dan tak dapat aku buka lagi ! “
Kau tersenyum, dan persetan dengan
senyum yang membuat kau terlihat begitu manis, aku tak perlu itu ! yang aku
inginkan hanyalah meninggalkanmu dan tak mencoba untuk kembali.
“ Itu menurutmu, tapi kau memang
menyadari segalanya dengan begitu baik ! “
“ Alasan bagi seorang wanita untuk
terlalu paham pada rentetan masalah
dalam hubungan yang sama sekali tidak dapat ia jelaskan memang terdengar
luar biasa, dan harus ku mulai dari mana agar semua kesalahan terlihat jelas
dimatamu ? “
“ Awal dari hubungan ini hanyalah
soal sepele, karena kita saling mencintai, dan entah bagaimana kau akan
memberikan akhir pada cinta yang kau mulai lebih dahulu ? “
“ Dengan memberitahumu, bahwa
sekarang aku mencintai orang lain “. Dengan dada bergemuru pengangkuanku
membuat wajahmu yang semula tampak acuh, kini berubah fokus padaku, sesekali
pada segelas lemon tea yang mulai dingin dan kalau tak salah juga pada hubungan
kita.
“ Apakah aku salah menduga ? “
keluhku sembari meraih ujung jemarimu yang menggenggam gelas kaca diatas meja.
Sudah lama aku tak melakukan itu dan kini harus ku akui itu semua terasa begitu
asing.
“ Siapa lelaki itu ? “ ada kilatan
getir pada ujung matamu yang membuatku terpaku , bukan tatapan menyelidik,
namun lebih kepada tanggapan bahwa aku semakin terlihat tak punya harga diri dihadapanmu.
“ Dia hanya pria biasa yang dapat
memperlihatkan aku wujud kasih sayang yang selama ini aku cari “ kau melepaskan
genggamanku.
“ Selamat ! “ Kau meneguk kembali
lemon tea itu , menghabiskannya tanpa sisa lalu bangkin dan mengakhiri
pertemuan kita, namun aku menahanmu dengan memeluk punggungmu dari belakang,
seperti sibodoh yang melepas timba kedalam sumur yang dalam lalu sekuat tenaga mencoba
menariknya kembali ke atas.
“ Jangan menyalahkanku, kau yang
terus terusan bersikap seolah olah aku bukan siapa siapa, kau tak dapat aku
usik, Baiklah, Semula semua itu tak masalah . Namun tidakkah kau paham kalau
aku bukanlah sebongkah batu ? “
“ Kalau begitu, maka akulah
sebongkah batu untukmu, karena itu kau melemparkanku kesungai sesuka hatimu
saat kau menemukan batu yang lebih indah, lebih berwarna, lebih bisa membuatmu
terlihat hidup, Aku hanya batu pantai yang keras bahkan deburan ombak tak mampu
mengikisnya “ kau mengucapkan kata kata yang membuat dadaku bergejolak.
“ Kau pikir aku yang salah ? “ aku
melepaskan pelukanku, “ apa dimatamu sebagai seorang wanita aku tampak tidak
setia karena lebih memilih orang lain ? “
Rai tidak berbalik, ia menjawab
pertanyaanku bahkan tanpa memandang sorot mata kecewa yang aku tunjukkan.
“ Kau baru saja mengakuinya ! “
ucapmu pelan. Bibirku bergetar, ada cairan bening yang mengalir melewati hidung
dan jatuh tepat didadaku.
“ Kau benar, aku tidak cukup setia
untuk dapat menunggumu sampai kau mencapai garis finish, jadi berjuanglah
sendirian, menangkan pertandingan yang kau ciptakan sendiri dalam hubungan kita
! “ Aku memekik.
“ Aku tidak bisa ! “ kau berbalik ,
“ kau sudah mengakibatkan aku tersesat terlalu jauh Mor ! “
“ Berhentilah Rai ! Jangan membuatku
tampak seperti wanita yang jahat, aku tidak melukaimu, Kau yang melukai hatimu
sendiri, dari semula jika menerima pernyataan cintaku justru tak membuatmu
bahagia, jika hubungan kita ini justru membuatmu merasa terbebani, kau tidak
perlu melakukannya, tidak perlu mengatakan Ya untuk perasaanku , KENAPA HARUS
AKU YANG TERUS KAU SUDUTKAN ?”
Rai masih dapat tersenyum bahkan
saat emosiku sudah tak bisa aku kendalikan , aku tak perduli pada pengunjung
cafe yang menjadikan pertengkaran kami sebagai tontonan seru dipagi hari. Ya,
pertengkaran sepasang kekasih yang tak saling mencintai seperti sebuah lelucon
hambar yang akhirnya tak pernah membuat para penonton tertawa.
“ Sekarang sudah tidak ada alasan
bagi kita untuk bertahan “ Kau mendesah dan menutup wajahmu dengan telapak
tangan, Oh .. Aku tak mengerti apakah itu karena kau mulai sadar akan
kesalahanmu ataukah karena kau tak menduga aku akan melakukan sesuatu yang tak
pernah kau pikirkan, sesuatu yang mustahil dillakukan oleh sosok yang selama
ini memilih untuk diam. Aku masih mencari cari jawaban pada wajah yang kau
sembunyikan dibalik tangan kekar itu, karena kau memang lelaki dengan jalan
pikiran yang mengejutkan.
“ Dahulu yang membuatku tertarik
padamu adalah sikap keakuanmu yang seperti ini, Kau tak tersentuh, sangat
menarik bagiku untuk menjadi bagian dari hati yang tak dapat dimasuki hati yang
lain, tapi melalui hari hari tanpa cinta dan kasih sayang yang tak bisa aku
rasakan darimu, itu menyedihkan ! “ jeritku, kau menyingkirkan tangan itu dari
wajahmu.
“ Jadi, dimana garish finishnya ? “
Aku terperangah.
“ Boleh aku berhenti sekarang ? “
tanyamu lagi, kini aku dapat melihat binar binar air mata yang tertahan di
kelopak matamu, Aku ingin menutup mata, mulai takut pada perasaan cinta yang
sekarang aku tepiskan, Jangan bilang; jangan katakan kalau aku telah salah
menilaimu. Kumohon !
Namun aku benar benar memejamkan
mata, mencoba menerawang kembali pada segala kenangan yang masih sanggup aku
simpan, Apakah kau seburuk itu ? Apakah kutub benar benar selalu beku ? Apakah
aku hanya mencari alasan untuk menutupi ketidak setiaan ?
Detik ini harus aku akui, dibalik
keacuhanmu yang selama ini aku benci, tersimpan isyarat bahwa dibalik itu kau
selalu memberikan ku kebebasan, memilih , menentukan , mengatakan apa yang aku
mau. Kasih sayangmu yang tak pernah bisa aku lihat ternyata terselubung dibalik
perhatian perhatian yang tak pernah kau utarakan sebab kau ingin aku
merasakannya melalui kepercayaan yang kau berikan padaku, kau percaya pada
segala hal yang menjadi keputusanku. Kau dingin, tak terusik, Ya ! itu semua
karena kau ingin memberiku banyak waktu dengan segala kesenangan yang aku
jalani tanpa perlu menggangguku dengan urusan urusan tentangmu .
Dan aku tak menyadari itu, menyadari
kalau kau membutuhkan matahari untuk mencairkan kutub hatimu yang beku, namun
selama ini mendung panjanglah yang terus menerus aku perlihatkan padamu. Kenapa
butuh waktu yang lama bagiku untuk dapat mengerti hal sepele yang seharusnya
mudah untuk kusimpulkan sejak dulu dulu. Hari itu ; satu tahun yang lalu, kau
menerima pernyataan cintaku karena kau juga mencintaiku, tentu saja mencintaiku
dengan caramu. Kenapa aku tak mengerti ? Kenapa sulit untuk kupahami ? kenapa
aku terus terusan membiarkanmu berlari ? dari awal kau ingin aku memintamu
berhenti, tapi kenapa tak aku lakukan ?
“ Rai ..” Aku beringsut jatuh,
lututku tak lagi kuat menahanku berdiri, kau mendekat dan berlutut tepat
dihadapanku, melirikku lalu memandang sekeliling dengan utuh.
“ Kita pulang ?” Bisikmu. Aku
mengangguk.
“ Telponlah Pria itu, aku tak bisa
mengantarmu sampai rumah, sekarang ada wanita lain yang harus aku temui “ kau mengulurkan tangan padaku, menghapus
air mata ang menggenangi wajahku. Aku mengadahkan kepala
“ Siapa wanita itu ? “
“ Dia hanya wanita biasa yang dapat
melihat cinta dari sebongkah batu “ Kau tersenyum, Aku semakin tersayat. “
Berbahagialah Mor ! “ tambahmu lagisebelum meninggalkanku untuk kesekian
kalinya.
Aku hanya mengangguk pilu, air
mataku telah berhenti mengalir, Tidak lagi ! aku tak ingin terjebak dalam cinta
yang sulit dipahami, sebab aku bukanlah wanita yang sanggup menikmati rasa
sakit akan mencintai pria yang hatinya tidak dapat aku selami. Aku tak akan
memintamu kembali, tak akan mengajukan maaf, dan tak mau tampak salah, Tidak !
Biarlah kini aku yang berlari dalam
lingkaran tertutup dihatimu, kau tak perlu meneriaki, tak perlu menunggu, tak
perlu memberitahu kapan aku harus
berhenti, sebab aku tak butuh itu. Yang ku butuhkan hanyalah menghafal
lintasan dimana aku berdiri, berlari dan kembali, agar nanti saat kau bersedia
membuka hatimu untukku lagi, aku dapat menemukan jalan tanpa harus tersesat
seperti ini, semoga....
Tentang sosok yang mencintaiku
dengan penuh teka teki;
Tidak ada komentar:
Posting Komentar