Dibawah sorotan lampu taman , disekitar bunga bunga anyelir yang tertanam rapi
membentuk sebuah pola lingkaran, seorang gadis sederhana membaringkan tubuhnya
diatas rumput rumput yang membisu , matanya membinarkan sorotan sorotan tajam
pada hamparan luas di hadapannya, gadis itu : Lucy, Ia memandang kelangit
malam , mendesahkan nafasnya lalu menikmati udara hangat yang menerpa tubuhnya.
ia akan melakukan itu setiap malam, sedikit kesenangan untuk menikmati
bintang bintang, dalam kesendiriannya.
Namun
, sudah sebulan terakhir, langit tak menyuarakan harapannya , bintang yang
biasanya bertaburan tanpa aturan kini lenyap , menghilang di telan kegelapan
malam. Hanya ada sebaris bintang disana , dua pijaran sinar yang membentuk
sebuah garis horizontal . Lucy kecewa, sebab semenjak ia mengenal malam dan
kegelapan yang menakutkan, ribuan bintang selalu muncul untuk mengusir segala
rasa takutnya akan kesendirian. Dan semenjak saat itu Ia mulai
jatuh cinta pada bintang bintang dilangit, ia telah terlalu dalam menaruh hati
pada gemerlapan malam yang membeku. Dan dibawah kolong langit tanpa batas, ia
akan selalu menunggu bintang bintang menyapanya dikala malam tiba. Tapi
hari ini , entah mengapa bintang bintang bersembunyi, seolah olah mereka
berencana untuk meninggalkan si gadis yang kesepian dalam kesendiriannya lagi
...
Drrr..
Drrr...
Ayumi
memeriksa handphone disaku bajunya, ada sebuah pesan singkat yang mengganggu
konsentrasinya pada bintang-bintang. Sebuah Pesan dari Dean . Sahabatnya, pesan
itu segera ia baca dengan sebelah alis terangkat.
Menghilang ya Nona ?
Aku menunggu tepat didepan kostanmu,
Sebelum pintu itu aku dobrak,
Muncullah !
-dean-
Lagi
- lagi Ayumi mendesah ,,
"
Anak itu benar benar menyebalkan ! " Gerutunya, ia mengambil langkah berat
untuk bangkit dan meninggalkan sebaris bintang yang setia menemaninya malam ini
, ia melangkah pelan kembali kekediaman yang selalu ingin ia tinggalkan.
Sepetak kamar kost yang ia tempati dua tahun belakangan ini. sepetak kamar yang
luasnya tak lebih dari 5 meter , namun menampung jutaan kenangan yang selama
ini menetap dihatinya. Kenangan yang penuh dan menyesakkan Seperti debu , ya..
Atau mungkin seperti rintik hujan di awal tahun. Atau barangkali.. Seperti
jutaan bintang yang bersembunyi. Terlalu banyak dan tak terhingga.
Lucy
menatap kelangit, sebaris bintang masih terlihat, ia tersenyum, beberapa meter
darinya , seorang Pria tinggi berjacket kulit duduk diatas sepeda motor
antiknya dengan satu kaki bertumpu pada kaki yang lainnya, Pria itu menghembuskan
kepulan kepulan asap rokok keudara berulang ulang kali. Namun , begitu mata
cokelatnya melihat sosok kecil berjalan mendekat , segera saja sebatang rokok
yang masih panjang itu ia campakkan ketanah berumput.
"
Hai , nona! " Dean membuka tangannya lebar lebar , seolah olah ia akan
mendapat sebuah pelukan hangat dari wanita yang tiba dihadapannya.
"
Dasar , Brengsek ! " Lucy memekik , sebuah pukulan keras ia hadiahkan
untuk pria manis dihadapannya.
"
Kenapa menggangguku ?" Pekiknya." Pergi sana ! Temui siapapun yang
seharusnya kau temui malam minggu begini , bukan aku ! " Lagi lagi sebuah
pukulan ia hadiah kan keras tepat dipundak Dean.
"
Yakin ? " Dean menaikkan sebelah alisnya. " Nona kesepian tak butuh
pangeran penghibur ? " Lagi lagi ia membuka kedua tangannya. Menunggu
sebuah pelukan hangat.
"
Kau ingin aku lempar sandal ? " Ancam Lucy , ia mengambil ancang ancang
perang . Mereka selalu seperti itu , bertingkah seperti anak anak di usia yang
sebenarnya jauh sangat pantas dikatakan sebagai orang dewasa , ya .. Mereka
telah dewasa . Persahabatan seorang pria dewasa dan wanita dewasa yang sedikit
menyakitkan . Tentu saja , tak aneh jika dikatakan: Lucy pernah mencintai Dean
, kebersamaan lah yang membuat perasaan itu semakin nyata, entah apakah Dean
menyadari atau tidak namun Lucy tak pernah memberikan kesempatan bagi dirinya
sendiri untuk mempertahankan perasaan itu. Ia tak ingin ada yang terlihat
&terdengar oleh Dean terutama tentang perasaan ajaibnya.
"
Masih sakit ? " Dean merangkul pundak lucy ,
"
Apa ? " Lucy menjawab dengan sedikit jutek , ia kesal . Kesal harus
meninggalkan moment melihat bintang hanya untuk Sosok yang tak pernah
melihatnya , melihat perasaannya lebih dalam seperti yang selalu ia
inginkan.
"
Hatimu ? , hati nona kesepian ini ? " Dean berbisik, " maaf aku tak
ada untukmu waktu kau kehilangan dia.."
Lucy
tak bergeming , ucapan dean membuka kembali jahitan jahitan benang tipis
dihatinya, darah menyembur kembali , membanjiri seisi pertahanan di ujung
matanya dan dengan sedikit sayatan kata kata itu mendobrak kembali apa
yang selama ini telah ia coba bentengi sebuah rasa kehilangan .
"
Pulanglah Dean ! " Ucap lucy pelan , nyaris tak terdengar.
"
Jangan begitu .. Jangan marah berlarut larut seperti itu pada sahabatmu ini
.." Dean memelas ," aku datang jauh jauh kemari , meninggalkan
kekasihku untukmu , aku tak ingin kembali dengan tangan kosong , setidaknya ada
cerita yang ingin kudengar dari mu tentang dia. Lagi pula sudah lebih dari dua
bulan kita tak saling berbagi cerita.. "
"
Cerita ? Untuk apa ? " Lucy memekik .
"
Agar aku tahu , seperti apa dia ,pria yang membuatmu begitu buruk saat ini !
"
"
Percuma ! Sebanyak apapun aku bercerita seperti apa dia, dia tidak akan hidup
kembali ! Dia sudah mati ! "
"
Eh, Seriusan ?" Dean membuka matanya lebar lebar.
"
Aku harap ! " Lucy menunduk kembali , " menganggap kalau dia
sudah mati , aku merasa jauh lebih baik ! "
"
Seperti wajahmu ..sifatmu benar benar menyeramkan Nona! "
PLETAK
!!
Kini
Lucy membenturkan tangannya tepat di kening Dean.
"
Sialan ! " Gerutu Dean. Ia mengelus ngelus keningnya yang tampak
memerah.
"
Dari pada kelihatan menyedihkan, Tampak menyeramkan akan sedikit
membuatku terkesan baik !" Lucy mendesah . " Masuklah ... Agar kau
bisa melihat betapa sakitnya aku !"
Lucy
berjalan meninggalkan Dean yang masih sibuk mengelus ngelung kepalanya,
sementara itu dengan langkah yang malas , Lucy membuka sebuah pintu
dengan kunci yang dihiasi gantungan rajutan berbentuk capung dari saku celananya.
KREK
!
Pintu
terbuka , lucy memejamkan mata lalu melangkah masuk dengan perasaan
malas.
"
Cepat masuk bodoh ! " Lucy berteriak , ia melambaikan tangannya dengan
cepat . Dean tersenyum dan menanggapai perintah,
"
Kau belum berubah lucy "bisik Dean pada hatinya.
***
Sebuah
kamar kost wanita, dengan sebuah ranjang tidur , sebuah meja belajar , sebuah
lemari kecil, dan sebuah kenangan.
Lucy
melemparkan sekaleng minuman dingin yang ia ambil dari lemari pendingin
kecil yang terpojok disudut dinding kepada Dean.
"
Dalam seminggu selalu ada satu hari dimana Risyi selalu mengisi segala
keperluanku di lemari pendingin itu " lucy menerawang sambil sesekali
meneguk minuman miliknya, " Ia tidak pernah bertanya apa yang habis, apa
yang ingin aku simpan , ia cukup datang , memeriksa , lalu pergi dan kemudian
kembali dengan semua yang ia pikir perlu untuk diberikan padaku "
Dean
mengangguk , " Hebat ! Kalau begitu Risyi punya instiusi yang peka
untukmu " Ucapnya singkat,
"
Setiap kali Risyi kemari, ia selalu duduk di kursi itu , " Lucy menunjuk
sebuah kursi kayu di depan sebuah meja belajar yang menghadap kejendela. Sebuah
kursi yang kini di duduki Dean, kursi yang dulu sering ia dean tempati juga.
dean membelalakkan matanya.
"
Dikursi itu , ia selalu bercerita banyak hal tentang hari harinya yang
melelahkan , namun tentang betapa ia lebih lelah karena merindukanku"
Dean
tersenyum, " lucu ! " Gumannya , ada ringkikan tawa kecil
dibibirnya.
"
Apanya yang lucu ? " Tanya lucy , Dean hanya menaikkan kedua alisnya, hal
itu membuat Lucy melemparkan sebuah bantal merah muda berbentuk hati ke wajah
dean .
"
Rasa sakitmu, kau yang membuatnya sendiri ! " , Cetus Dean .
"
Ah , mana mungkin, aku tidak sebegitu berlebihan menjadi wanita ! "
"
Yah..Kalau kau tidak mau mengaku, aku pulang saja !" Tiba tiba dean
beranjak bangkit dari kursi yang didudukinya.
"
Cepat sekali ? " Lucy memasang wajah heran.
"
Kau yang lamban ! " Ejek dean , " hatimu terlalu lamban untuk
menyadari siapa pemiliknya !"
"
Apaan sih ? " Gerutu lucy .
"
Pria itu pergi , karena dia tau, Dia hanya berjuang untuk seseorang yang tak
pernah berjuang atas dirinya. Selama ini Risyi memberi hatinya padamu, namun
kau hanya memberi dirimu, lantas hatimu... Sudah dari dulu kau berikan padaku
!" Pukas Dean , ia mengedipkan sebelah matanya.
"
Sudah , pulanglah sana ! Semakin malam bicaramu semakin melantur saja ! "
Elak Lucy
"
Lucy , Lucy, " Dean menarik senyum, " pria memang selalu tampak bodoh
, tapi sesungguhnya pria tahu lebih banyak dari yang dapat kami lihat ,
"
Lucy
memejamkan mata , ia memukul kepalanya keras.
"
Oke baiklah ! " Lucy berjalan mendekati Dean , " Tidak hanya
tentang Risyi , Ruangan ini juga dipenuhi banyak kenangan tentangmu yang
perlahan membusuk" Ucapnya lantang .
"
Semenjak kau sibuk dengan urusanmu, pekerjaannmu, karier mu dan wanita impianmu
itu, aku memang selalu mengirim kabar bahwa aku butuh kau tapi sayangnya ,,kau
mengacuhkan permintaan bertemu dari sahabat baikmu ini selama dua bulan, lalu
jika aku menemukan orang baru selama itu dan..Mmmmmmm"
Kalimat
Lucy terhalang oleh tangan Dean yang menutup mulutnya dengan keras.
"
Aku sudah tahu Nona ! Jangan membuat alasan alasan hanya untuk meninggikan
harga dirimu, Lihat ... " Dean menunjuk kelangit malam . Memfokuskan
arahnya pada dua bintang yang bersinar dilangit malam.
"
itu kau dan .... Itu aku " Ucap dean , " seperti sebaris bintang
dilangit malam, yang bersinar bersama, membentuk satu ikatan, namun
kebersamaan mereka bukan untuk dipersatukan" Dean memandang kelangit
begitupun Lucy .
"
Aku kembalikan hatimu , " Dean memberikan bantal merahmuda berbentuk hati
yang beberapa menit lalu lucy lemparkan padanya. " Aku tak dapat
menjaganya lagi " bisiknya.
"
Kenapa ? " Tanya Lucy , matanya memandang pada langit malam yang
meredup.
"
Karena hati itu sudah menuntut terlalu banyak dari apa yang pantas ia dapatkan
," Dean berjalan menuju sepeda motor yang ia parkir tak jauh dari pintu.
"
Hey ! " Teriak Lucy. " Bawa kenanganmu pergi dari ruangan ini
"
"
Tidak bisa nona ! " Dean menghidupkan mesin motornya, " biarkan saja
kenangan itu tinggal dan membusuk hari demi hari, semoga saja aromanya akan
membuatmu semakin muak padaku"
Lucy
tersenyum .
"
Baiklah ! Jaga dirimu baik baik dan pergilah sejauh jauhnya, aku tidak ingin
suatu saat kau kembali karena kasian padaku lagi seperti malam ini"
Dean
menggelengkan kepalanya,
"
kau tahu Nona, Bintang tak dapat pergi kemanapun, jika hari ini kau melihat
bintang bintang menghilang , mungkin mereka hanya bersembunyi untuk menguji
apakah kau masih setia menunggu sampai mereka kembali atau tidak sama
sekali," dean menghidupkan mesin motornya.
"
Lalu apa kesimpulannya ? " Lucy mundur beberapa langkah , menyenderkan
tubuhnya pada pintu. Ia melipat kedua tangannya didepan dada, sedikit menaikkan
dagu dan bertingkah seolah olah dia cukup mampu untuk mendapat penolakan atas
cinta yang tidak pernah dia utarakan.
Namun
sekonyong konyong sebuah jawaban yang seharusnya lucy terima , Dean justru
melambaikan tangan dan menarik gas sepeda motornya dengan kuat
"
Selamat tinggal Nona Kesepian. . . " Dean berlalu . Sepeda Motornya
melesat kencang menembus kabut malam. Dean datang dan pergi dengan sesuka
hatinya. Lagi dan lagi.
Lucy
menghela Nafas, " Dasar Brengsek !" Batinnya.
Dengan
keras Lucy membanting pintu, lalu melemparkan tubuhnya keranjang , Ia ingin
menjerit kesal, berteriak memaki maki dirinya sendiri. Namun Ujung matanya
menangkap sesuatu yang tertinggal di atas meja belajarnya , sebuah kotak rokok
kepunyaan dean. Lucy menjuntaikan tangannya meraih benda itu.
"
Dasar ! , bukannya membawa oleh oleh , tapi meninggalkan sampah ! "
Gerutunya.
"
Ini ...." Lucy terdiam , ada sebuah hal yang membuat bibirnya tiba tiba
terasa kelu. Mata lucy terbuka semakin lebar menatap sebaris kata yang tertulis
di bagian dalam kotak rokok milik Dean itu.
Bibirnya
bergetar, Tangannya meremas kuat benda itu, ada butiran butiran cairan bening
yang tergenang di pelupuk matanya. Seketika Ia berlari , berusaha mengejar
sesuatu yang ia harap belum benar benar pergi.
"
DEAN .... " Lucy berteriak , " DEAN... " Panggilnya lagi.
"
Dasar Banci !! " Umpatnya. Di tengah teriakan yang menggemakan malam
, bulir bulir air mata menetes dan jatuh tepat di atas pipinya. Ia melirik
kembali pada sebaris kata yang ia yakini ditulis oleh Dean . Sebuah tulisan
kasar yang cukup berantakan , tapi sangat dapat ia baca dengan teramat mudah,
sebaris kata yang menyiratkan perasaan kecewa.
"
Yang ku inginkan datang dan menetap, namun kau senantiasa memintaku untuk pergi
"
Disaat
saat seperti ini , Handphone disaku lucy justru bergetar. Dengan kesal ia
meraih dan menyahuti panggilan.
"
Jangan pergi lagi , tinggallah disisiku " ucap Lucy. Pada pria diseberang
telpon. " Aku butuh kau bodoh ! " Ada isakan tangis diujung kalimat
yang lucy ucapkan.
"
Baik ! " Samar samar sebuah sahutan muncul di balik kegelapan malam ,
dengan langkah tenang Dean berjalan mendekati Lucy sambil menarik senyum tipis
di bibirnya.
"
Aku meninggalkan kotak rokok ku, boleh aku ambil kembali ? " Dean
mengulurkan tangan.
Lucy
menggeleng.
"
Kau yakin ? Itu bukan milikmu ? Kembalikan pada pemiliknya ! " Tambah dean
,
Lucy
menggangguk, " bukan milikku , tapi tak akan aku serahkan pada orang lain
... "
Dean
tersenyum , Lucy mencoba menahan tangis dengan menggigit gigit ujung bibirnya.
"
Aku butuh kau bodoh ! Kemarin, saat ini dan Nanti..". Kata kata yang lucy
ucapkan akhirnya membuatnya mengakhiri kesendiriannya selama ini, Dean
memeluknya, pelukan persahabatan yang kini menuju jalinan yang berbeda,
Cinta.
Meski dilangit malam sejuta bintang
menghilang , Lucy menyadari bahwa dua bintang nyata , yang terlihat dan
tergapai , akan lebih baik dari sejuta bintang yang hanya ada ketika semuanya
baik baik saja. sebaris bintang yang senantiasa hadir ketika dibutuhkan
akan terasa jauh lebih indah. Begitupun Perasaan yang selama ini ia sembunyikan
, Butuh segenap Luka dan rasa sakit untuk membuat Cinta berakhir dengan penuh
bahagia.